Destinasi Liburanmu: Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang

CNN Indonesia
Kamis, 22 Jun 2017 18:21 WIB
Di museum ini kamu bisa belajar banyak tentang perjalanan sejarah kota Sumedang dan peninggalan budayanya yang menarik.
Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang (Dok. disparbud.jabarprov.go.id)
Sumedang, CNN Indonesia -- Museum Prabu Geusan Ulun terletak di tengah kota Sumedang, berjarak sekitar 50 meter dari alun-alun ke sebelah selatan. Museum masih satu komplek dengan Kantor Bupati Sumedang.

Namun, jika kamu baru pertama kali ke kota Sumedang tidak usah khawatir, karena tempat ini dikenal luas oleh masyarakat Sumedang. Cukup bertanya saja ke masyarakat sekitar, kamu akan diarahkan ke tempat tujuan.

Hanya saja kesan sepi langsung terasa saat memasuki ruangan museum ini. Mungkin, karena perpindahan dari waktu istirahat ke waktu buka, sehingga wajar masih sepi pengunjung. Hanya ada saya ditemani Abdul Syukur selaku pengelola museum yang setia menemani berkeliling museum. Saya seperti berasa menjadi tamu Very-Very Important Person (VVIP).

Abdul Syukur yang sudah menjadi pengelola Museum Prabu Geusan Ulun selama 24 tahun ini banyak bercerita mengenai sejarah dan perkembangan museum dari tahun ke tahun. Tidak usah memerlukan buku catatan baginya, semua materi dan sejarah bagaikan sudah hapal di luar kepala.

“Nama museum ini sebelumnya memang diambil dari raja terakhir yang memerintah Kerajaan Sumedang Larang dari tahun 1578-1601 yaitu Prabu Geusan Ulun,” tuturnya sambil berjalan.

Awalnya, museum ini diberi nama Museum Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) karena memang museum ini dikelola langsung oleh Yayasan Pangeran Sumedang. Kemudian karena banyak usulan dan gagasan dari beberapa pihak untuk mengubah nama museum tersebut. Barulah selanjutnya berubah nama menjadi Museum Prabu Geusan Ulun.

Museum ini memiliki enam ruangan utama sebagai tempat penyimpanan benda-benda bersejarah yaitu, Gedung Srimanganti, Bumi Kaler, Gedung Gendeng, Gedung Gamelan, Gedung Pusaka dan yang terakhir Gedung Kereta.

Menurut Abdul Syukur dulunya bangunan-bangunan ini adalah rumah para bupati dan kerabat bupati, namun sekarang bangunan-bangunan ini dialihfungsikan sebagai tempat penyimpanan benda-benda bersejarah Sumedang.

Gedung tempat ketika kali pertama pengunjung masuk untuk membeli tiket museum ini dinamakan Gedung Srimanganti. Ini merupakan tempat penyimpanan barang-barang koleksi raja-raja dan bupati yang memimpin Sumedang. Seperti alat musik gamelan, pakaian bupati pada masa Belanda, dan meriam dari ukuran sedang sampai ukuran kecil.

“Cara pakai meriam hampir sama dengan bambu lodong, namun bedanya bukan pakai karbit tapi pakai mesiu,” kata lelaki berusia 66 tahun ini sambil tertawa.

Sudah puas berkeliling di gedung pertama, selanjutnya Abdul Syukur mengajak berpindah ke Bumi Kaler. Istilah Kaler berasal dari bahasa Sunda yang memiliki arti Utara, karena posisi gedung yang menghadap ke arah Utara. Di gedung ini terdapat banyak patung harimau yang merupakan barang hibah dari pemimpin Sumedang pada masa itu.

Masih dalam gedung tersebut, terdapat kamar yang dulu pernah ditempati oleh Pangeran Kornel yang pernah menjabat menjadi bupati pada tahun 1761-1765. Nama Kornel sebenarnya berasal dari nama sebuah pangkat yaitu kolonel. Nama “Pangeran Kornel” lebih terkenal di masyarakat daripada namanya yang sebenarnya, yaitu Raden Djamu Surianagara atau Raden Kusumadinata.

Di ruangan ini juga terdapat sebuah lukisan berukuran besar yang menggambarkan Pangeran Kornel berjabat tangan mengunakan tangan kirinya dengan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. “Nah ini, menggambarkan beliau ini menantang, tidak setuju atas tindakan ini yang dilakukan Daendels kepada rakyatnya,” tutur Syukur sambil mengarahkan telunjuknya ke lukisan tersebut.

Berikutnya adalah Gedung Gendeng. Sayangnya bangunan ini sudah tidak terpakai lagi. Dulunya memang bangunan ini menjadi tempat primadona pengunjung museum karena tempat ini dipakai sebagai tempat penyimpanan pusaka utama yang berkaitan dengan hari jadi kota Sumedang. “Kemudian pada tahun 1997, Gedung Pusaka diresmikan dan pusaka utama dipindahkan semua dari Gedung Gendeng ke Gedung Pusaka,” tutur Syukur menjelaskan.

Berpindah ke Gedung Pusaka, di dalam bangunan ini terdapat mahkota yang dipakai oleh raja Sumedang dahulu kala. Menurut Syukur keaslian dari benda pusaka ini masih terjaga, bahan yang terbuat dari emas asli. Di sini juga tersimpan koleksi Pusaka Tujuh yaitu, terdiri dari tujuh buah senjata yang bervariasi bentuk dan ukurannya yang tersusun rapi di rak kaca. Dulunya pusaka ini digunakan oleh raja-raja Sumedang.

Kini gedung ini pun menjadi incaran utama pengunjung museum. Tidak sembarang orang yang bisa masuk ke gedung ini, kecuali mereka yang didampingi oleh pengelola museum. Hal ini karena untuk menjaga kelestarian benda bersejarah. Barulah di gedung ini saya menemukan beberapa pengunjung lain yang sedang melihat-lihat koleksi museum.

Setelah lama berkeliling di Gedung Pusaka, Abdul Syukur melanjutkan perjalananya ke gedung berikutnya, yaitu Gedung Gamelan. Sesuai dengan namanya gedung ini berisi penyimpanan alat-alat musik gamelan dari zaman bupati Sumedang. “Semua gamelan disini masih terpakai, meskipun sudah berumur cukup tua. Cuma biasanya hanya digunakan sebagai pengiring latihan tari saja,” kata pria asli Sumedang ini.

Abdul Syukur juga menceritakan banyak hal-hal mistis yang terjadi di Gedung Gamelan ini, seperti gong dan alat musik gamelan yang sering bersuara sendiri pada malam-malam tertentu. Selain itu, ia juga pernah menemukan kejadian ganjil saat menemani pengunjung museum. “Pernah ada yang memfoto gong, selama dua jam tombol kamera tidak berfungsi tidak mau memotret, tetapi ketika memotret benda lain bisa berfungsi, gong yang itu tuh,” ujar Syukur sambil menunjuk gong tersebut tanpa ada rasa takut.

Kemudian sampai di tempat persinggahan terakhir yaitu Gedung Kereta, gedung yang dipenuhi dengan penyimpanan kereta Naga Paksi dari ukuran kecil sampai berukuran besar. Sama seperti kereta yang ada di Kesepuhan Cirebon. Yang membedakan adalah cara penyebutan namanya. Di Cirebon disebut Paksi Naga Liman.

Menurut Abdul syukur menjelaskan, Paksi memiliki arti burung, Naga yaitu ular naga dan Liman berarti Gajah. Hal ini bisa dilihat dari bentuk kereta Paksi Naga Liman. “Zaman dulu kereta ini digunakan sebagai upacara pesta raja, tetapi zaman sekarang digunakan sebagai hari jadi Sumedang dan kirab pusaka Sumedang. Selain itu kalau dulu ditarik dengan tenaga manusia bukan seperti sekarang yaitu kuda,” ujar pria yang selalu menggunakan iket kepala Sunda ini.

Menurut salah satu pengunjung museum, Meida, siswa dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Sumedang, ini merupakan kali pertamanya berkunjung ke museum itu. “Sangat menarik, dan mengesankan bisa mengetahui bentuk tombak, keris, kujang,” tutur siswi kelas 2 MAN ini.

Kata Dewi Jupriadi, Penjaga Museum Prabu Geusan Ulun sejak tahun 2007, pihaknya pernah mendapatkan kunjungan terbanyak 200 orang, kebanyakan dari Sumedang dan dari Bandung. Bahkan museum ini sering dikunjungi oleh turis-turis mancanegara seperti dari Jepang, dan belanda.

Lebih dari 3.000 koleksi yang terdapat pada museum ini. “Museum ini buka selain di hari Senin dan Kamis, mulai dari pukul 8.00 sampai 14.00,” ujar perempuan berusia 53 tahun ini.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER