Presiden Ukraina, Petro Poroshenko memutuskan untuk membubarkan parlemen negara, The Verkhovna Rada, dan meminta pemilihan parlemen baru dipercepat menjadi 26 Oktober 2014.
Keputusan ini dterapkan oleh Poroshenko sesuai dengan Konstitusi Ukraina pasal 90 yang memberi izin Presiden untuk membubarkan parlemen.
“Pembubaran parlemen sudah dinanti oleh sebagian besar rakyat, dan ini merupakan upaya saya menepati janji kepada warga Ukraina untuk membenahi negara,” ujar Poroshenko dalam pidatonya Senin (25/8), dikutip dari situs resmi presiden Ukraina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum dibubarkan, formasi parlemen Ukraina lebih banyak diisi oleh orang kepercayaan Yanukovich yang mendukung kelompok separatis Ukraina.
Menurut pengamat politik luar negeri dari Universitas Indonesia, Reynaldo de Archellie, tindakan Proshenko ini merupakan wujud dari politik perebutan kekuasaan.
"Meskipun presiden adalah petinggi militer dalam sebuah negara, parlemen bisa menolak kebijakan presiden untuk agresi militer,” ujar Archellie kepada CNNIndonesia.com, Selasa, (26/8).
Poroshenko mengklaim percepatan pemilihan parlemen adalah upaya meningkatkan kemampuan parlemen, terutama dalam mengatasi permasalahan seperti korupsi, pengangguran dan kemiskinan.
"Jika hasilnya nanti didominasi oleh partai pro Barat, pemerintah Ukraina akan lebih mudah menetapkan kebijakan agresi militer di kawasan timur Ukraina," ujar Archellie menambahkan.
Rusia tengah dilanda perang antara kelompok pro Rusia dan pro Barat. Perang yang memanas sejak awal tahun ini menyebabkan krisis makanan dan gangguan komunikasi.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, mengatakan Rusia turut andil dalam penanggulangan krisis di Ukraina dengan mengirimkan bantuan kemanusiaan pada Jumat (22/8), dan berharap dapat mengirimkan bantuan lagi pada minggu ini.
Tindakan Rusia ini dinilai sebagai upaya mengubah pandangan dunia terhadap negara beruang merah tersebut.
Lavrov juga tidak menampik kabar bahwa Petroshenko akan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin ketika keduanya hadir dalam rapat perdangan di Belarus, Selasa, (26/8).
Rusia menghargai perjanjian internasional dengan tidak melakukan intervensi militer ke wilayah Ukraina, namun aksinya diperkirakan lebih halus melalui bantuan kemanusian.