Sekitar 55 warga Jepang terjangkit demam berdarah setelah negara ini bebas dari penyakit tersebut selama hampir tujuh dekade Jepang.
Saat diperiksa penderita mengeluhkan gigitan nyamuk setelah mengunjungi Taman Yoyogi, salah satu area terbuka yang terbesar di Tokyo.
Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Kota Tokyo melakukan pengasapan di area tersebut sebagai langkah antisipasi dan para petugas berhasil menemukan ratusan nyamuk yang terindikasi membawa virus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada hari Kamis (4/9) taman lalu ditutup untuk mencegah penularan demam berdarah oleh nyamuk lokal.
Menurut Takeshi Kurosu, asisten profesor di Institut Penelitian Penyakit Mikroba di Universitas Osaka, wabah yang melanda Tokyo ini karena nyamuk lokal yang membawa virus demam berdarah menggigit warga yang mengunjungi taman.
"Virus demam berdarah saat ini masih bisa dikendalika karena sebentar lagi musim gugur, dan nyamuk ini tidak bertahan di cuaca dingin," ujar Kurosu.
Wabah ini melanda tidak lama setelah Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, melakukan konferensi pengujian keterkaitan antara kesehatan dan perubahan iklim. WHO juga memperingatkan perubahan iklim tersebut akan menyebabkan penyakit seperti malaria dan demam berdarah.
Penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypti ini biasa ditemukan di wilayah yang beriklim topis dan subtropis yang memiliki kelembapan dan suhu tinggi, sehingga membuat nyamuk ini dapat berkembang biak, bertahan lebih lama dan mampu terbang jauh.
WHO mengungkapan hampir setengah populasi dunia beresiko terjangkit penyakit demam berdarah. Sebanyak 50-100 juta kasus melanda dunia tiap tahun.
Hingga akhir 2013, penyakit yang memiliki gejala demam, sakit kepala, bintik merah di kulit, sakit mata dan nyeri pada otot dan sendi ini telah mewabah di Singapura. Empat korban meninggal dunia dan 12 ribu terinfeksi.
Sampai saat ini belum ada obat atau vaksin yang mampu menyembuhkan penyakit tersebut.