Beberapa bulan lalu dunia turut berkabung atas tragedi dua anak perempuan korban pemerkosaan yang ditemukan menggantung di atas pohon mangga di kota Baduan, Uttar Pradesh, India.
Sebagaimana perbedaan ras berperan besar dalam berbagai tindak kejahatan di Amerika, perbedaan kasta seringkali menjadi faktor penting terjadinya kekerasan seksual di India.
Sistem kasta di India sudah terpatri sejak seorang individu terlahir ke dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasta keluarga menentukan banyak hal dalam kehidupan warga India, seperti pekerjaan, tingkat kesucian rohani dan kelas sosial.
Susunan kasta adalah Brahmana yang disandang para rohaniawan, Ksatria untuk orang pemerintahan, Waisya untuk para petani dan nelayan serta Sudra disandang oleh golongan pelayan.
Golongan kasta paling bawah sering dipandang sebelah mata karena dianggap mengotori kesucian orang lain dan terlahir untuk dieksploitasi.
Sekitar 200 juta orang berjuang melawan sistem kasta yang tak adil.
Mereka menentang sistem kasta menamakan diri kasta Dalit, yang berarti hancur karena penindasan namun tetap bertahan.
Sejak kemerdekaan, India menyetujui kebijakan yang mengijinkan generasi pertama kasta Dalit untuk menjadi dokter, pengacara dan orang pemerintahan.
Namun, mayoritas kasta Dalit masih hidup dalam diskriminasi dengan desa, tempat beribadah bahkan sekolah yang terpisah.
Upaya masyarakat kasta Dalit untuk mendapatkan kesempatan yang sama, baik sekolah, pekerjaan atau hak memilih, selalu beresiko tinggi bagi dan tak jarang menimbulkan kejahatan seksual bagi kaum perempuan kasta Dalit.
Menurut penelitian Gerakan Nasional HAM Dalit, sekitar 67 persen perempuan Dalit mengalami kekerasan seksual.
Biro Catatan Kejahatan Nasional mencatat di Uttar Pradesh, empat perempuan Dalit menjadi korban pemerkosaan, dua diantaranya meninggal dunia.
Setiap hari, dua rumah penyandang kasta Dalit dibakar.
Tingginya tingkat kejahatan terhadap warga kasta Dalit membuat mereka membisu dan tak mampu menentang sistem kasta.
Sistem kasta seringkali menjadi alasan pelaku kekerasan seksual terbebas dari segala hukuman.
Menurut pelapor khusus PBB, Rashida Manjoo, kekerasan seksual di India juga didorong oleh budaya patriarki yang dijunjung tinggi oleh seluruh lembaga penegak keadilan, mulai dari pejabat kepolisian, jaksa dan pejabat peradilan.
Budaya patriarki juga menjadikan status perempuan di India semakin terpinggirkan dan sulit mendapatkan keadilan.
Kasus pemerkosaan terhadap kasta Dalit tentu mempermalukan pemerintah India karena dianggap tidak mampu melindungi warganya sendiri.
Kenyataan bahwa sistem kasta telah menjadi masalah struktural membuat pemerintah India harus membenahi penerapan sistem kasta mulai dari kepolisian hingga sistem peradilan.
Kebisuan atas tindak pemerkosaan berbalut sistem kasta di India harus dihentikan.
Berbagai gerakan menuntut keadilan HAM di Amerika Serikat dan Afrika Selatan telah berhasil, dan sudah saatnya hak asasi warga kasta Dalit juga diperjuangkan.
Perempuan Dalit dengan berbagai latar belakang profesi seperti aktivis, budayawan, artis, telah membuat gerakan di Asia Selatan untuk mengakhiri kekerasan seksual karena perbedaan kasta.
Gerakan ini bukan hanya memperjuangkan kebebasan perempuan di India, tetapi juga memperjuangkan hak asasi para korban pemerkosaan di seluruh dunia.
Thenmozhi Soundararajan adalah sutradara, seniman dan salah satu pendiri 'Third World Majority', yang berfokus pada perjuangan hak asasi perempuan dunia.