KRISIS PANGAN

Empat Juta Orang Kelaparan di Sudan Selatan

CNN Indonesia
Rabu, 10 Sep 2014 14:58 WIB
Sekitar empat juta penduduk Sudan Selatan, 50 ribu diantaranya anak-anak, menderita kelaparan akibat perang saudara berkepanjangan dan musim hujan tahunan.
Perang saudara di Sudan Selatan mengakibatkan sekitar 1,3 juta warga harus meninggalkan rumah.
CNN Indonesia --
Komisi Perlindungan Anak PBB, UNICEF, memprediksi sekitar empat juta dari sebelas juta penduduk Sudan Selatan mengalami kelaparan dan kekurangan pasokan makanan akibat perang saudara yang terus berkecamuk. 
 
“Kelaparan di Sudan Selatan adalah salah satu kasus kelaparan terburuk di dunia, yang bukan hanya menimpa orang dewasa tetapi juga 50 ribu anak kecil dan remaja,” kata Kepala Kemanusiaan PBB, Valeri Amos, seperti dikutip kantor berita Australia, ABC, pertengahan bulan lalu.
 
Bencana kelaparan di Sudan Selatan dipicu oleh perang saudara yang mengakibatkan sekitar 1,3 juta warga harus meninggalkan rumah dan lahan pertanian untuk mengungsi sejak bulan Mei, ketika seharusnya petani mulai menggarap sawah. 
 
Bencana kelaparan ini semakin parah dengan banjir yang kerap terjadi saat musim hujan di negara tersebut yang menyebabkan ketersediaan makanan di pasar sangat sedikit karena petani tidak dapat memanen padi yang terendam air. 
 
Agustus lalu, lembaga kesehatan nirlaba Dokter Lintas Negara mengungkapkan lebih dari 1.000 tenda pengungsian PBB di kota Bentiu terbenam air banjir yang terkontaminasi limbah, 
 
“Kehidupan pengungsi sangat tidak layak, karena air bersih jarang ditemukan, dan mereka tidur dengan berdiri dengan menggendong anak kecil dan bayi,” kata Ivan Gayton, kordinator Dokter Lintas Negara untuk Sudan Selatan. 
 
Nayakar Koal, seorang pengungsi di tenda pengungsian PBB menyatakan bahwa dia mendapat bantuan untuk anaknya yang menderita malnutrisi, namun dia harus menukar baju untu mendapatkan makanan.
 
"Di desa saya, kami terpaksa makan tanaman liar karena kelaparan. Kami berharap perang segera berakhir dan kami dapat kembali pulang ke kampung halaman,” ujar Koal seperti dikutip dari Al Jazeera, awal Juli lalu.
 
Hingga saat ini, tercatat 200 orang meninggal di tenda pengungsian PBB, termasuk anak-anak yang meninggal karena kurang gizi dan berbagai penyakit lainnya.
 
Samantha Power, Duta Besar AS untuk Sudan Selatan, mengkhawatirkan perang saudara akan kembali berkecamuk ketika musim hujan selesai.
 
Kordinator Kemanusiaan PBB di Sudan Selatan, Toby Lanzer, memperkirakan sekitar satu pertiga dari pendududk Sudan Selatan, atau lebih dari 6 juta orang, akan meninggal karena kelaparan pada akhir tahun ini jika perang saudara terus berkecamuk. 


Militan halangi bantuan
 
Dalam konferensi internasional yang digelar di Oslo, Norwegia pada Mei lalu PBB telah berhasil mengumpulkan dana bantuan untuk Sudan Selatan sebesar US$ 536 juta yang berasal dari AS, Inggris dan Norwegia.  
 
Angka tersebut masih kurang karena PBB memerlukan US$ 1,26 miliar untuk menjalankan operasi kemanusiaan hingga bulan ketiga tahun 2015 di negara itu.
 
Namun, bantuan kemanusiaan sulit tersalurkan karena perang saudara, seperti yang terjadi akhir pekan lalu ketika pesawat bantuan PBB yang menuju Bentiu ditembak jatuh oleh kelompok militan dan menewaskan 3 orang.
 
“Kami harus menembus serangan-serangan para militan,” kata Gayton menambahkan.
 
Kondisi Sudan Selatan yang tidak ramah terhadap bantuan kemanusiaan membuat pemerintah Belanda menghentikan bantuannya  kemanusiaan ke Sudan Selatan.
 
"Kami menghentikan bantuan karena banyak relawan kemanusiaan tewas dibunuh dan pemerintah Sudan Selatan tidak melakukan upaya untuk menyelesaikan perang saudara,” kata Lillianne Plouman, Menteri Perdangaan dan Kerjasama Luar Negeri Belanda, seperti dilansir situs Breitbart.com.
Gayton juga mendesak misi penjaga perdamaian PBB untuk Sudan Selatan, UNMISS, melindungi relawan kemanusiaan yang datang dari berbagai negara. 
 
"Tugas UNMISS bukan hanya memerangi para militan dan pemberontak,” kata Gayton. 
 
Perang saudara di Sudan Selatan terjadi sejak Desember tahun lalu, akibat terjadi pertentangan di pemerintahan antara Presiden Salva Kiir, yang berasal dari suku Dinka dan mantan Wakil Presiden Riek Machar, yang keturunan suku Nuer. 
 
Upaya gencatan senjata telah dilakukan kedua suku pada Januari 2014 dan Mei 2014, namun gagal dilakukan karena kedua suku itu masih saling serang. 
 
Sejak Mei 2014, perang saudara di negara yang mendeklarasikan kemerdekaan pada 9 Juli 2011 itu telah mengakibatkan krisis kemanusiaan dan merusak ketersediaan makanan di pasar. 


ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER