Jakarta, CNN Indonesia -- Organisasi Pelarangan Senjata Kimia, OPCW mengatakan diduga kuat rezim Bashar al-Assad kembali mempergunakan senjata kimia kembali terhadap warga di Suriah.
OPCW melaporkan pada Rabu (10/9) soal temuan misi pencari fakta bawa satu racun kimia yang digunakan secara "sistematis dan berulang".
Racun kimia tersebut diketahui adalah klorin, baik murni maupun campuran, berdasarkan deskripsi, sifat-sifat fisik, kecenderungan terhadap gas dan tanda serta gejala dari mereka yang terpapar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zat klorin ini digunakan pada sebuah serangan di desa Talmanes, Al Tamanah dan Kafr Zita, terakhir pada 28 Agustus lalu.
Menurut laporan saksi mata yang dikutip dalam dokumen OPCW yang diperoleh Reuters, gas klorin dijatuhkan dalam bom barrel dari helikopter, biasanya malam hari, melukai ratusan orang dan menewaskan puluhan lainnya.
Jika terhirup, gas klorin - zat kimia yang digunakan pada Perang Dunia I - akan berubah menjadi asam hidroklorik di paru-paru, menyebabkan organ dalam terbakar atau paru-paru basah akibat cairan yang tercipta dari senyawa kimia berbahaya.
OPCW tidak bisa memastikan siapa yang harus bertanggung jawab atas penggunaan senjata kimia tersebut.
Namun Inggris dan Amerika Serikat yakin betul rezim Bashar al-Assad adalah pelakunya.
"Oposisi yang moderat tidak punya kemampuan udara untuk melakukan ini. Rezim Assad bertanggung jawab di balik serangan ini. Hanya mereka yang punya helikopter," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Marie Harf, dikutip dari Reuters.
Penggunaan senjata kimia oleh rezim Assad terbesar terjadi pada Agustus tahun lalu di wilayah Ghouta, pinggiran kota Damaskus, yang menewaskan lebih dari 1.700 orang.
Setelah diancam akan diserang, Assad berjanji akan memusnahkan seluruh senjata kimianya.
Saat ini, Suriah telah menyerahkan 1.300 ton bahan kimia untuk dimusnahkan, dan seluruh fasilitas penyimpanan serta pengolahan senjata kimia juga ikut dihancurkan.
Assad mengatakan bahwa cadangan senjata kimia yang mereka miliki sudah dihilangkan pada Juni lalu.
Konflik di Suriah telah memasuki tahun ketiga dengan korban tewas lebih dari 190.000 orang, kebanyakan warga sipil.