SERANGAN UDARA AS

AS Harus Pilih Koalisi Perangi ISIS

CNN Indonesia
Selasa, 16 Sep 2014 18:30 WIB
Setelah Obama memutuskan untuk memerangi ISIS melalui serangan udara ke Irak, kini AS harus pandai mencari negara di Timur Tengah untuk berkoalisi.
AS harus hati-hati dalam memilih berkoalisi dengan negara di Timur Tengah.
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi kekejaman ISIS yang melakukan eksekusi pemenggalan kepala dua jurnalis Amerika dan satu warga Inggis mendesak pemerintah AS untuk tak lagi diam dan mengubah arah kebijakan Presiden Barack Obama yang sebelumnya cenderung pasif menjadi aktif untuk melawan ISIS.

Memerangi ISIS bukanlah hal yang sepele. Pasukan intelijen AS di Irak dan Suriah tak banyak, sehingga sulit dan membutuhkan dana besar untuk membasmi anggota kelompok militan yang hidup berbaur warga biasa.

Pekan lalu, Obama telah menyatakan akan meluncurkan serangan udara untuk memerangi ISIS, namun tetap menolak menempatkan pasukan AS di jalur darat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu strategi perang yang saat ini sedang dilakukan oleh pemerintah AS adalah membentuk koalisi negara Timur Tengah yang tepat untuk memerangi kelompok teroris.

Upaya pemerintah AS untuk membangun koalisi sebenarnya sudah dimulai sekitar sepekan setelah video pemenggalan kepala jurnalis AS Stephen Sotloff tersebar.

Pemerintah AS telah mengirimkan beberapa pejabatnya ke Riyadh, Amman, Ankara dan berbagai pusat pemerintahan lain untuk mengajak negara-negara Timur Tengah berkoalisi dengan AS untuk memerangi ISIS dan mengirimkan tentara militer mereka ke Irak dan Suriah.

Namun Arab Saudi, Yordania dan Turki enggan bergabung bersama AS, karena citra AS yang begitu buruk di negara-negara Timur Tengah.

Pemerintah Turki, misalnya, menyatakan telah menempatkan pasukannya di jalur darat Irak untuk membantu tentara Kurdi Irak untuk menghadapi ISIS. Namun, Turki tidak ingin bergabung dengan koalisi AS, karena tidak ingin memperluas penyerangan di Irak.

Turki, salah satu negara anggota NATO dengan mayoritas penduduk muslim dan memiliki kondisi pertahanan yang kuat, mungkin saja bergabung dengan koalisi AS dan meningkatkan penyerangan ISIS di Irak. Namun saat ini, Presiden Recep Erdogan menilai langkah tersebut dapat membahayakan puluhan warga Turki yang saat ini ditahan oleh ISIS.

Kemungkinan terbaik, Turki akan bergabung dengan koalisi AS dan meluncurkan serangan udara untuk merebut lapangan udara Incirlik di sebelah selatan Turki yang telah lama menjadi incaran ISIS.

Seperti Turki, Yordania juga menyatakan tidak bergabung dengan koalisi AS. Penguasa Yordania, Raja Abdullah II yang sangat menyambut upaya AS ketika melakukan invasi ke Irak pada 2003 lalu, beralasan tentara militer dan pertahanan Yordania saat tengah sibuk mempertahankan negara dari ancaman di perbatasan dan memberikan perlindungan kepada pengungsi dari Suriah.

Minimnya dukungan kepada Amerika di Timur Tengah, membuat pemerintah AS mungkin saja berkoalisi dengan Iran dan Suriah, kedua negara yang dipimpin oleh umat Muslim Syiah dan menganggap umat muslim Sunni sebagai teroris.

Menurut saya, Presiden Obama harus mampu menahan keinginan untuk berkoalisi dengan kedua negara tersebut, agar tidak terjebak dalam citra pemerintah AS yang terlihat lebih mendukung umat Muslim Syiah ketimbang Muslim Sunni.

Langkah ini juga dapat memicu umat Muslim Sunni untuk lebih berpihak ke ISIS, dibanding koalisi AS.

Selain itu, menurut data Kementerian Pertahanan AS, Iran dan Suriah termasuk ke dalam negara yang mendanani kelompok terorisme. Bahkan, sejak tahun 2011, rezim Presiden Bashar Assad tercatat telah membunuh 200.000 warga Muslim Sunni.

ISIS terbentuk karena deskriminasi terhadap warga Muslim Sunni yang kian subur di Suriah.

Saya berharap serangan udara AS harus mampu menyasar kelompok militan ISIS dan tentara Assad yang melakukan pembantaian terhadap umat Muslim Sunni. Serangan udara dapat dilakukan dengan menyerang pertahanan udara Suriah dan membangun program untuk melatih dan mempersenjatai kelompok oposisi.

Pemerintah AS harus menghindari terciptanya pemerintahan diktator di Damaskus, atau pembentukan negara teokrasi di Iran. Tiga belas tahun setelah tragedi 9/11, pemerintah AS harus paham bahwa Gedung Putih tidak harus bersekutu dengan teroris untuk melawan teroris.

David Schenker adalah kepala program Politik Arab di 'The Washington Institute'. Dia pernah menjabat sebagai Kepala Departemen Urusan Negara-Negara Arab dan Mediterania Timur di Kementerian Pertahanan AS. (ama/yns)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER