Jakarta, CNN Indonesia -- Berbicara soal senjata nuklir, perhatian pasti langsung tertuju pada Iran yang diduga tengah mengembangkan bom atom dengan sentrifugal yang kini jumlahnya mencapai belasan ribu.
Sanksi dan tekanan Barat pada Iran terus dilakukan, di antaranya melalui sanksi ekonomi dan embargo untuk memaksa Iran melucuti setrifugal mereka sampai taraf tidak mampu membuat bom atom.
Alasan Barat, Iran berpotensi menggunakan bom atom untuk menghancurkan negara lain, salah satunya Israel, seperti yang disampaikan oleh Mahmoud Ahmadinejad mengutip perkataan mendiang Ayatullah Khomeini, pencetus Revolusi Islam Iran tahun 1979.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Khomeini mengatakan bahwa rezim penjajah Yerusalem harus dimusnahkan dari bab kehidupan saat ini," kata Ahmadinejad kala itu.
Namun perlakuan berbeda diperlihatkan Barat soal bom nuklir yang juga diduga tengah dikembangkan oleh Israel.
Israel tidak pernah membantah atau mengonfirmasi kepemilikan senjata nuklirnya, yang diperkirakan kini mencapai 80 hulu ledak.
Dugaan ini hanya dibuktikan oleh foto dan dokumentasi yang dibocorkan oleh Mordechai Vanunu, salah seorang teknisi di Pusat Penelitian Nuklir Negev, dekat kota Dimona, Israel, pada media, 5 Oktober 1986.
Informasi ini membuat Vanunu dicokok Mossad dari persembunyiannya di Roma dan dihukum penjara selama 18 tahun.
Pada tahun 1998 dalam wawancara televisi mantan Perdana Menteri Israel Shimon Peres mengatakan bahwa mereka mulai mengembangkan "opsi nuklir" pada tahun 1950an untuk mencegah perang.
Selama bertahun-tahun Israel telah memiliki kapal selam dan pesawat tempur yang mampu membawa hulu ledak nuklir.
Menurut Avner Cohen, professor dari Monterey Institute of International Studies di California yang telah menulis dua buku tentang subjek ini, dikutip dari Washington Post, presiden Amerika Serikat mulai dari John F Kennedy hingga Richard Nixon mencoba mencegah Israel membuat bom atom.
Namun setelah Nixon, tidak ada lagi presiden AS yang mendesak Israel menandatangani Traktat Non-Proliferasi Nuklir yang mengatur larangan pembuatan senjata nuklir. Dengan catatan, kata Cohen, Israel tidak boleh mempublikasikan hasil pengembangan nuklir mereka.
Israel adalah satu dari empat negara yang menolak menandatangani traktat ini, selain India, Pakistan dan Korea Utara.
Karena bukan salah satu penandatangan traktat, Israel tidak berkewajiban menerima penyidik Badan Energi Atom Internasional, IAEA, untuk memeriksa Negev.
Sebaliknya Iran adalah penandatangan traktat tersebut. Masalah kemudian muncul ketika Iran tidak memberikan akses penuh terhadap IAEA untuk menginspeksi fasilitas nuklir mereka, muncullah dugaan Tehran menyembunyikan soal pengembangan senjata nuklir.
Menurut George Perkovich, direktur program kebijakan nuklir di lembaga Carnegie Endowment for International Peace, ada beberapa alasan mengapa AS seakan tutup mata dan mulut terhadap program nuklir Israel.
Salah satunya adalah AS tidak ingin membuat negara-negara Arab kebakaran jenggot dan mengembangkan senjata nuklir mereka sendiri.
Sudah mafhum, Israel adalah musuh bebuyutan Arab. Dipublikasikannya bom atom Israel akan membuat negara Arab ketakutan dan mengembangkan sendiri senjata nuklir mereka yang dikhawatirkan berujung pada perang nuklir.
Selain itu, lanjut Perkovich, pejabat AS tutup mata soal program Israel karena dapat mengancam karir mereka.
"Semua yang berhubungan dengan Israel dan AS, jika ingin berlangsung sukses, jangan dibicarakan; jangan mengkritik Israel, anda melindungi Israel. Anda tidak berbicara soal permukiman ilegal di Tepi Barat kendati semua orang tahu soal itu," kata Perkovich.