DISKRIMINASI ETNIS

Mengenal Etnis Rohingya Lebih Dekat

CNN Indonesia
Kamis, 25 Sep 2014 17:18 WIB
Terusir dari tanah kelahiran, terlantar di negeri orang. Dari tahun ke tahun, etnis Rohingya kerap mendapat perlakuan diskriminatif. Siapakah mereka?
Setelah Perang Dunia II dan kudeta Jenderal Ne Win pada 1962, warga Rohingya ingin membentuk negara sendiri di Arakan.
Yangon, CNN Indonesia -- Etnis Rohingya adalah warga Muslim minoritas yang sebagian besar menetap di negara bagian Arakan, Myanmar, dekat perbatasan Bangladesh sejak abad 15 SM.

Bisa dikatakan bahwa etnis Rohingya adalah warga Muslim pertama yang menginjakkan kaki di Myanmar sekitar tahun 1430-an.

Kala itu, penguasa Arakan, Raja Narameikhla yang beragama Buddha mempersilahkan warga muslim keturunan Bangladesh untuk bermigrasi ke Arakan dan merekrut mereka sebagai penasihat Kerajaan Arakan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sepeninggal Raja Narameikhla, etnis Rohingya tetap tinggal di Arakan dan mengabdi kepada Kerajaan Arakhan sebagai tentara kerajaan maupun pejabat pengadilan.

Pada 1785, daerah Arakan ditaklukan oleh warga Burma beragama Budha dari wilayah selatan Myanmar dan mengeksekusi seluruh pria muslim Rohingya dan mengusir etnis ini dari tanah Arakan.

Sekitar 35 ribu warga Arakan terpaksa melarikan diri ke Bengali dan kemudian menjadi bagian dari warga koloni Inggris, British Raj di India.

Ketika pecah perang Inggris-Burma Pertama tahun 1826 pemerintah kolonial Inggris mengambil alih Arakan dan menganjurkan para petani dari Bengali untuk pindah ke daerah Arakan yang saat itu belum berpenduduk padat.

Para petani itu terdiri dari etnis keturunan Rohingya yang berasal dari Arakan dan warga Bengali asli.

Proses imigrasi petani Bengal ke Arakan yang terjadi secara tiba-tiba memunculkan reaksi keras dari mayoritas warga Budha Rakhine yang tinggal di Arakan saat itu, seakan menabur benih perselisihan antaretnis yang hingga kini masih berlangsung.

Ketika Perang Dunia II berlangsung, Arakan lepas dari kekuasaan Inggris dan dijajah Jepang yang kala itu melakukan ekspansi ke Asia Tenggara.

Di tengah penarikan pasukan Inggris dari Arakan, pasukan Muslim Rohingya maupun warga Myanmar penganut agama Buddha berupaya memanfaatkan kesempatan dengan membantai satu sama lain.

Kondisi Arakan yang penuh pertumpahan darah membuat banyak warga Rohingya meminta perlindungan kepada Inggris, dan menawarkan diri untuk menjadi mata-mata Sekutu.

Ketika pemerintah Jepang mengetahui hal ini, mereka menyiksa, memerkosaan dan membunuh warga Rohingya di Arakan.

Puluhan ribu warga Rohingya di Arakan kembali melarikan diri ke Bengal.



Setelah Perang Dunia II dan kudeta Jenderal Ne Win pada 1962, warga Rohingya ingin membentuk negara sendiri di Arakan.

Ketika junta militer mengambil kekuasaan di Yangon, mereka menindak keras Rohingya serta kelompok separatis dan warga non-politik.

Junta militer juga menolak memberi kewarganegaraan Burma kepada warga Rohingya dan menetapkan mereka sebagai warga Bengali dan tak bernegara.

Saat ini terdapat sekitar 800 ribu warga Rohingya yang tinggal di 140 ribu tenda pengungsian di Arakan. Etnis Rohingya mengalami penganiayaan yang kejam, pemerkosaan dan kelaparan di Myanmar.

Puncak perlakuan kejam kepada etnis Rohingya terjadi pada Juni 2012 ketika biksu Buddha radikal Wirathu mengobarkan propaganda anti muslim dan membantai ratusan warga muslim, terutama dari etnis Rohingya.

Akibat berbagai macam diskriminasi dan perlakuan kejam, warga etnis Rohingya mencoba melarikan diri dari kekejaman pemerintah Myanmar dan mencari kehidupan yang lebih baik di sejumlah negara tetangga, seperti Thailand, Bangladesh, Malaysia, dan Australia.

Namun, warga etnis Rohingya juga mendapatkan perlakuan kejam di berbagai negara itu.

Pada tahun 2009, pemerintah Thailand membiarkan ratusan pengungsi Rohingya tenggelam di tengah laut ketika perahu jelek yang mereka tumpangi karam.

Sementara itu pemerintah Bangladesh tak mau mengakui etnis Rohingya sebagai penduduk Bengail.

Pada tahun 2012, pemerintah Bangladesh bahkan meminta tiga lembaga swadaya masyarakat untuk menghentikan bantuan kemanusiaan mereka kepada para pengungsi Rohingya yang terus datang ke Bangladesh.

Pada tahun Juli 2013, terdapat delapan belas orang pengungsi etnis Rohingya yang ditampung di kantor YLBHI Jakarta karena tak berhasil mencapai Australia.

Maret lalu, pemerintah Bangladesh juga menyatakan menyesalkan pemberitaan media di negara itu yang menulis soal hak referendum warga Rohingya di Arakan.

Pada Juni 2014, Badan Pengungsi Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNHCR melaporkan terdapat sekitar 53 ribu warga etnis Rohingya yang berangkat dari pelabuhan di perbatasan Bangladesh-Myanmar menuju Malaysia. Angka ini meningkat 61 persen dari tahun sebelumnya.

Secercah harapan kehidupan yang lebih baik bagi etnis Rohingya datang ketika Senin (22/9) lalu, pemerintah Myanmar memutuskan memberi status kewarganegaraan untuk sekitar 40 Rohingya dan pemeluk Muslim lainnya di negara itu, seperti diberitakan Reuters. Namun, hingga saat ini pemerintah Myanmar tidak memberikan alasan pemberian status tersebut.

Nasib etnis Rohingya yang terus menerima diskriminasi juga mendapat perhatian dari PBB yang berencana meluncurkan kampanye untuk mengatasi krisis kewarganegaraan jutaan orang di dunia pada 4 November 2014 mendatang.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER