TRADISI JEPANG

Perburuan Lumba-lumba di Taiji Dikecam

CNN Indonesia
Jumat, 26 Sep 2014 06:59 WIB
Kecaman terus datang terhadap aktivitas perburuan lumba-lumba di Taiji, namun pemerintah setempat mengatakan bahwa adalah sudah jadi tradisi turun temurun.
Aktivitas berburu lumba-lumba di Taiji telah menjadi tradisi tahunan. (REUTERS/Tim Wimborne)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dengan dalih tradisi tahunan, pembantaian lumba-lumba di Jepang kembali dimulai kendai menuai kecaman para aktivis pecinta lingkungan.

Taiji, kota pesisir kecil di provinsi Wakayama yang dihuni 3.500 orang, selalu menggelar tradisi pemburuan lumba-lumba pada September-Maret setiap tahun.

Nelayan setempat diizinkan oleh pemerintahan provinsi untuk memburu 2.000 ekor lumba-lumba dan pesut dari tujuh spesies berbeda, sesuai dengan apa yang mereka sebut kegiatan tradisional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kebanyakan lumba-lumba dibunuh untuk dimakan, namun banyak juga yang dijual hidup-hidup ke aquarium di seluruh dunia.

Beberapa tahun belakangan, perburuan lumba-lumba di Taiji mendapatkan sorotan aktivis, terutama sejak film The Cove diluncurkan pada 2009 lalu.

Film yang memenangkan banyak penghargaan ini mendokumentasikan perburuan tersebut dan meningkatkan kesadaran dunia internasional.

Kelompok pecinta alam Sea Shepherd selalu menghadiri tradisi ini dalam lima tahun terakhir, menyiarkan kegiatan mereka dari desa melalui livefeed, dan menggerakan kampanye media sosial melawan perburuan itu.

Kampanye ini menarik perhatian banyak selebritis dan orang-orang besar lainnya, seperti komedian Ricky Gervais dan Duta Besar Amerika untuk Jepang Caroline Kennedy yang aktif menyuarakan pandangannya lewat Twitter.

Selain itu, Mantan pemeran Beverly Hills 90210 Shannen Doherty juga mengunjungi Taiji minggu lalu untuk menyaksikan langsung.

"Mengerikan sekali," kata Doherty dalam pernyataannya. "Anda tidak percaya bagaimana mereka dapat tidur nyenyak setelah membantai... Saya rasa ini bukan karena mereka kuat tapi karena mereka kejam."

Pemerintah setempat menolak permintaan CNN untuk diwawancarai, dan malah menunjukkan pernyataan yang dimuat di situs jejaringnya untuk menjelaskan posisi mereka dalam masalah ini.

Mereka mengatakan, penduduk memandang lumba-lumba dan paus sebagai sumber daya laut yang sah, dan perburuan yang mereka lakukan penting untuk menopang perekonomian kota kecil yang mereka tempati.

Aktivis berulang kali mengecam perburuan ini. Namun, kecaman itu diartikan oleh warga setempat sebagai pelecehan.

"Tradisi ini sering kali menjadi sasaran pelecehan psikologis dan interferensi organisasi pelindung hewan asing yang agresif," kata pernyataan di situs pemerintah.

Mereka bersikeras menyebut apa yang dilakukan nelayan adalah aktivitas legal yang sesuai dengan tradisi serta peraturan pemerintah.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER