KONFLIK YAMAN

Pemberontak Houthi, dari Gunung ke Ibukota

CNN Indonesia
Rabu, 01 Okt 2014 10:27 WIB
Situasi di ibukota Yaman, Sana'a, mencekam saat militan Houthi menguasai gedung pemerintahan dan militer. Untuk menghindari kekerasan, perjanjian damai diteken.
Pemberontak Houthi kuasai ibukota Sana'a di Yaman. (REUTERS/Mohamed al-Sayaghi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kondisi kota Sanaa di Yaman mencekam sejak ribuan pendukung kelompok militan Syiah Houthi demonstrasi menuntut pemerintah untuk turun serta mengembalikan subsidi bahan bakar pada rakyat.

Pemerintah Yaman menaikkan harga bahan bakar minyak Agustus 2014 lalu, dan sejak itu situasi di Sanaa memanas.

Dalam beberapa tahun terakhir, Houthi telah meneror warga Yaman, terutama Muslim Sunni yang tinggal di wilayah utara, di provinsi Saada yang dikuasai kelompok Syiah Zaidiyah ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diberitakan Al Jazeera, nama Houthi muncul pasca runtuhnya pemerintahan Bani Hasyim yang menganut paham Syiah Zaidiyah tahun 1962 setelah memimpin Yaman selama lebih dari 1.000 tahun.

Sejak runtuhnya Bani Hasyim, wilayah Houthi di Saada semakin tertinggal dalam pembangunan dan perekonomiannya anjlok.

Pada perang sipil di Yaman tahun 1994, Muslim Sunni membantu pemerintah mengalahkan kelompok separatis di selatan, memicu protes dari kelompok Houthi yang khawatir pengaruh Arab Saudi menjadi kuat di negara tersebut.

Gerakan Agamis

Dikenal juga sebagai Ansarullah, menurut professor di Universitas Sanaa dan penulis buku "Fenomena Houthi" dan "Houthi, Masa Depan Politik dan Militer", Ahmed Addaghashi, Houthi pada awal 1990an merupakan gerakan agamis yang mendorong toleransi dan perdamaian.

Dulu, lanjut Addaghashi, gerakan Houthi yang didirikan oleh Hussein Bader Addian al-Houthi, diisi oleh orang-orang berpendidikan dan punya visi budaya yang luas.

"Kelompok ini dimulai dari perkumpulan bernama 'Forum Pemuda Beriman' di awal 1990an. Lalu, terjadi perpecahan internal ke dalam dua kubu; kubu pertama menyerukan agar lebih terbuka, sementara kubu kedua ingin tetap mempertahankan tradisi warisan Syiah," kata Addaghashi.

Sayangnya, pada tahun 2004, kelompok ini mulai angkat senjata dalam perang melawan pemerintahan Ali Abdullah Saleh.

Al-Houthi terbunuh dalam persembunyiannya dan kelompok itu kini dipimpin oleh saudara-saudara Houthi, termasuk yang paling terkenal adalah Abdul-Malik al-Houthi.

Sebenarnya tahun 2007 sempat terjadi kesepakatan damai antara pemerintah dan Houthi, namun tidak pernah diimplementasikan.

Pada 10 Agustus 2009, Mantan Presiden Yaman, Saleh, mengatakan Houthi tidak punya keinginan untuk berdamai karena mereka terus menghancurkan rumah-rumah serta pertanian warga dan memblokir jalur distribusi bantuan untuk masyarakat.

Saleh juga mengatakan bahwa Houthi telah disusupi oleh Iran dan berjanji akan memperlakukan kelompok ini dengan tangan besi.

Tahun 2011, Houthi berperan besar dalam revolusi di Yaman, yang dikenal dengan Arab Spring, berujung pada lengsernya Saleh. Houthi lantas menuntut pembagian kekuasaan di pemerintahan, terutama di wilayah utara.

(REUTERS/Khaled Abdullah)


Setahun setelah Saleh lengser, Houthi semakin menjadi dengan menguasai wilayah Dammaj yang merupakan lokasi pesantren Darrul Hadits, tempat puluhan santri Indonesia menuntut ilmu agama.

Serangan terhadap pesantren tersebut turut menewaskan para santri, termasuk beberapa WNI, memaksa pengelola lembaga pendidikan itu untuk memindahkan pelajar dan guru ke provinsi lain.

Menurut April Longley Alley, ahli Yaman di lembaga International Crisis Group, saat ini Houthi menggunakan isu kenaikan harga BBM untuk menekan pemerintah, termasuk meminta peran politik.

"Apa yang terjadi sekarang menunjukkan pertaruhan politik yang kian berbahaya sebagai bagian dari rencana Houthi untuk menjadi kekuatan politik dominan di utara dan di pemerintahan nasional," kata Alley.

Rival politik Houthi, Partai Islah mengatakan pemberontak Syiah itu didanai Iran dan ingin mengembalikan kepemimpinan Zaidiyah di Yaman.

Tidak seperti Saleh, presiden baru Yaman Abd Rabbo Mansour Hadi merangkul Houthi dengan menjanjikan posisi di pemerintahan.

Perjanjian damai antara pemerintah dan Houthi dicapai berkat mediasi PBB, setelah pemberontak Houthi menguasai gedung pemerintah dan memicu kekerasan yang menewaskan lebih dari 140 orang di ibukota.

Kehadiran Houthi di ibukota juga mengundang kelompok militan lain untuk melawan mereka, seperti Al-Qaidah di Semenanjung Arab yang melakukan serangan bom terhadap markas Houthi yang menewaskan puluhan orang.

Kendati berjanji melucuti senjata dan menyerahkan gedung pemerintahan, namun Houthi masih punya kekuatan militer yang signifikan.

Apalagi mereka kini telah punya 35 kursi di Konferensi Dialog Nasional, sebuah diskusi politik yang akan diikuti 565 delegasi dari berbagai spektrum masyarakat di Yaman.

"Houthi melipatgandakan kekuatan mereka untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan. Sebelumnya, Houthi bukanlah bagian penting dari proses transisi, namun sekarang tidak ada yang bisa mengabaikan mereka," kata Sami Ghaleb, pengamat politik dan pendiri koran Al-Nida.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER