Sanaa, CNN Indonesia -- Yaman merupakan salah satu negara dengan kondisi politik paling tidak stabil di dunia.
Selama bertahun-tahun, negara ini dirongrong oleh berbagai kelompok militan yang bertikai satu sama lain, diantara kelompok Syiah al-Houthi yang menguasai provinsi di sebelah Utara Yaman, gerakan separatis di wilayah Selatan, al-Qaeda di Semenanjung Arab, faksi-faksi dalam militer dan ditambah lagi dengan simpatisan mantan Presiden Ali Abullah Saleh yang lengser dari jabatannya pada revolusi Yaman 2011 silam.
Korupsi, kesenjangan sosial, lemahnya kontrol pemerintah, kemiskinan serta miskinnya infrastruktur merupakan hal utama menyebabkan gerakan gerakan separatis tumbuh subur di Yaman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Siapa Al Houthi?Al-Houthi muncul pasca runtuhnya pemerintahan Bani Hasyim yang menganut paham Syiah Zaidiyah tahun 1962 setelah memimpin Yaman selama lebih dari 1.000 tahun.
Nama Houthi berasal dari Hussein Badr al-Din al-Houthi, seorang pemimpin agama yang pertama kali mencetuskan gerakan ini dan selanjutnya menjadi tokoh sentral al-Houthi.
Berawal dari gerakan agama, al-Houhti memulai pemberontakan senjata mereka pada 2004, dengan dukungan dari pemimpin-pemimpin agama dan suku di wilayah Utara Yaman.
Setelah Hussein al-Houthi meninggal di akhir 2004, keluarganya melanjutkan pemberontakan al-Houthi melawan pemerintah Yaman. dan mendapatkan lebih banyak anggota.
Mereka mengklaim memiliki lebih dari 120 ribu anggota baik pejuang bersenjata ataupun simpatisan dan loyalis, Sunni maupun Syiah.
Apa Tuntutan Al-Houthi?Ketika gelombang revolusi Arab tiba di Yaman pada 2011, al-Houthi ikut menumbangkan mantan Presiden Ali Abdullah Saleh yang telah berkuasa selama 33 tahun, lalu meluaskan daerah kekuasaan mereka dari Saada ke wilayah lain seperti provinsi Amran, bahkan merangsek masuk ke ibukota Yaman, Sanaa.
Semenjak itu, al-Houthi menuntut pembagian kekuasaan dalam pemerintahan baru Yaman.
Agustus 2014 lalu, pemimpin al-Houthi menuntut Presiden Abd Rabbu Mansour Hadi untuk membatalkan kenaikan harga BBM, mengerahkan ribuan massa al-Houthi dan membanjiri Sanaa.
Pemerintahan Mansour Hadi setuju untuk menurunkan harga BBM dan memecat orang-orang dalam pemerintahannya, lalu mengganti mereka dengan perwakilan dari faksi-faksi yang ada di Yaman, namun seminggu setelah itu, pada pertengahan September, situasi memanas, pertempuran antara militan al-Houthi dan tentara Yaman terjadi dan menewaskan puluhan orang.
Perjanjian Perdamaian |
(Reuters/Mohammed al-Sayaghi) |
Rekonsiliasi nasional untuk mengakhiri pertempuran antara al-Houthi dan pemerintahan Mansour Hadi terjadi pada 21 September 2014, dan di hari yang sama, Perdana Menteri Yaman Mohammed Salem Basindwa mengundurkan diri dari jabatannya.
Dalam perjanjian yang dihadiri oleh penasehat PBB untuk Yaman tersebut, pemerintahan baru akan dibentuk dalam waktu tiga hari, Presiden Mansour Hadi menunjuk perdana menteri non pastisan untuk memimpin pemerintahan, harga BBM diturunkan, dan sebagai gantinya, Houthi harus menarik mundur pasukan mereka dari Sanaa, serta melakukan gencatan senjata dalam pertempuran mereka dengan militer di wilayah Utara.
Al-Houthi menolak menandatangani lampiran keamanan dari isi perjanjian tersebut, dan menolak untuk mundur dari Sanaa.