Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam sebuah publikasi majalah online yang terbit pada Minggu (12/10), kelompok radikal ISIS mengatakan bahwa mereka telah melakukan penculikan terhadap perempuan untuk dijadikan budak seks.
ISIS mengakui perbuatannya dan tidak merasa bersalah karena mereka telah berbuat sesuai ideologi Islam. Pernyataan ini dikecam oleh berbagai kelompok Muslim di seluruh dunia.
"Ingatlah, bahwa memperbudak orang-orang kafir dan mengambil wanitanya sebagai selir adalah seruan dari syariah atau hukum Islam," kata kelompok ISIS dalam tulisan di majalah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artikel dari tulisan di majalah tersebut berjudul 'Pandangan ISIS: Kebangkitan (dari) Perbudakan Sebelum Kiamat'.
Selain itu, artikel juga menulis bahwa perempuan Yazidi, minoritas etnis Kurdi yang tinggal di Irak, boleh ditangkap dan dijadikan selir atau budak seksual.
Majalah digital berbahasa Inggris berjudul 'Dabiq' ini sudah hadir dalam empat edisi.
Propaganda sebanyak 56 halaman di majalah 'Dabiq' juga memberitakan pembantaian terhadap warga Kurdi dan tentara PKK, militan Kurdi.
Dalam berita tersebut dimuat foto seorang lelaki berseragam yang tewas terbunuh.
Pada halaman berikutnya, ISIS menuliskan berita mengenai layanan bagi umat Islam dengan foto-foto rumah perawatan untuk orang tua dan pusat perawatan kanker untuk anak-anak.
 John Cantlie (Reuters/CNN Indonesia) |
Tawanan ISIS lain yang juga wartawan dari Inggris, John Cantlie, diduga menjadi tulisan bagian terakhir dari majalah tersebut.
Isi beritanya mengenai harapan Cantlie untuk dibunuh segera.
Paham ISIS, yang mengaku berpedoman pada Islam, sejak awal ditolak oleh umat muslim di dunia, karena dinilai menyimpang dari ajaran Islam yang sesungguhnya.
Perbudakan yang dilakukan ISIS juga dikritisi oleh seluruh warga dunia.
Human Rights Watch kemudian merilis laporan mengenai kejahatan yang dilakukan oleh ISIS terhadap kaum Yazidi di Irak berdasarkan wawancara dengan 76 orang pengungsi di Dohuk.
"Kejahatan mengerikan terhadap Yazidi di Irak oleh ISIS terus meningkat," kata Fred Abrahams, penasihat khusus di Human Rights Watch.
"Kami mendengar cerita mengejutkan mengenai pemaksaan pindah agama, pemaksaan perkawinan bahkan kekerasan seksual dan perbudakan yang beberapa korbannya adalah anak-anak," ujar Abrahams.
Dalam laporan Human Right Watch, diceritakan bahwa seorang gadis berusia 17 tahun bernama Adlee diculik seorang pria berjanggut lebat yang memaksanya masuk ke sebuah rumah di Falluja.
Di rumah tersebut Adlee dipukuli dan mengalami kekerasan seksual sebelum akhirnya melarikan diri dua hari kemudian.
ISIS memaksa puluhan ribu kaum Yazidi meninggalkan rumah mereka pada bulan Agustus ketika ISIS melakukan penyerbuan di kota-kota Kurdistan Irak.
Keluarga pengungsi dan kelompok pemantau melaporkan bahwa ISIS menculik ratusan perempuan dan anak perempuan suku Yazidi untuk dijual atau dihadiahkan sebagai "rampasan perang."
(sumber:
https://edition.cnn.com/2014/10/12/world/meast/isis-justification-slavery/index.html?hpt=imi_c2)