Jakarta, CNN Indonesia -- Militan radikal Islam di Filipina, Abu Sayyaf, kembali muncul ke permukaan dengan tuntutan tebusan puluhan miliar rupiah atas dua warga Jerman yang mereka culik dan ancam bunuh jika permintaan tidak dipenuhi.
Sepak terjang Abu Sayyaf memang tidak lepas dari penculikan, pembunuhan dan pengeboman di wilayah selatan Filipina. Dalam riwayatnya, kelompok pemberontak Filipina ini juga terkait dengan beberapa organisasi teroris lainnya, seperti al-Qaidah atau Jemaah Islamiyah, JI, dari Indonesia.
Menurut ahli pemberantasan terorisme internasional, Professor Rohan Gunarathna dari International Center for Political Violence and Terrorism Research di Singapura, tahun 2011 lalu, hubungan Abu Sayyaf dan JI sangat dekat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka berdampingan, bekerja bersama, pemimpin mereka beroperasi bersama. Integrasi dua struktur ini hampir lengkap," kata Gunarathna, dikutip dari Inquirer.
Menurut Gunarathna, Abu Sayyaf berkolaborasi dengan puluhan anggota JI dari Indonesia. Bahkan, lanjut dia, Abu Sayyaf bisa merakit dan melakukan serangan bom setelah dilatih oleh anggota JI.
Di antara dua tokoh utama JI yang bekerja sama dengan Abu Sayyaf adalah Omar Patek yang ditangkap di Pakistan tahun 2011 dan Dulmatin yang tewas terbunuh dalam penyergapan di Pamulang pada 2010.
Kamp Moro dan MindanaoPengamat terorisme dan intelijen dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, mengatakan JI membangun kamp di Moro dan Mindanao dengan bantuan Abu Sayyaf. Kamp mereka terpisah, tapi kerja sama terus dilakukan.
"Keterkaitan antara Abu Sayyaf dengan JI tentu sangat besar, karena Filipina adalah jalur paling strategis bagi pergerakan mereka, dimulai dari Poso, Manado, Sulawesi, lalu menyeberang ke Sulu di Filipina Selatan," kata Ridlwan kepada CNN Indonesia (17/10).
Kedua gerakan, lanjut Ridlwan, punya ideologi yang sama yaitu jihad, namun afiliasi perjuangan dan strategi mereka berbeda.
"JI telah bubar dan bertransformasi menjadi berbagai jemaah, salah satunya Jemaah Ansharut Tauhid, JAT, dan Jemaah Ansharut Syariah. Sementara Abu Sayyaf masih bertahan hampir 20 tahun," ujar Ridlwan.
Menurut Ridlwan, untuk skala Filipina Abu Sayyaf termasuk gerakan yang cukup besar. Dengan taktik yang selalu berganti-ganti, Abu Sayyaf sulit untuk ditangkap.
"Di Filipina, Abu Sayyaf punya koneksi yang bagus dengan al-Qaidah. Mereka
copy-paste al-Qaidah dalam strategi, sistem dan sarana perekrutan," lanjut Ridlwan.
Abu Sayyaf yang didirikan tahun 1990an adalah pecahan dari Front Pembebasan Nasional Moro, MNLF, dan Front Pembebasan Islam Moro, MILF, yang dinilai stagnan.
MILF dan separatis Moro lainnya telah melakukan rekonsiliasi dan berdamai dengan pemerintah Filipina pimpinan Benigno Aquino yang akan membentuk pemerintahan otonomi Bangsa Moro di Mindanao.
Sementara Abu Sayyaf masih terus bergerilya di wilayah hutan pulau Jolo.
Pendiri Abu Sayyaf, Abdurajak Janjalani, terbunuh oleh pasukan Filipina tahun 1995, menyebabkan kelompok ini melemah sehingga menggunakan cara penculikan dan pemerasan untuk memperoleh pendanaan.
Abdurajak dan adiknya Khadaffy pernah berlatih di kamp dekat kota Khost, Afghanistan yang dimiliki oleh Abdul Rasul Sayyaf.
Sayyaf menurut laporan Pusat Studi Strategi dan Internasional, CSIS, adalah orang yang juga melatih Riduan Isamuddin alias Hambali, mantan pemimpin Jemaah Islamiyah.
"Waktu perang Afghanistan, mujahidin asal Filipina selatan ikut berperang di negara itu. Setelah mereka kembali dari Afghanistan, ada yang kembali jadi orang biasa, ada yang jadi aktivis dakwah, ada yang kemudian bergabung dengan organisasi garis keras, seperti MILF," jelas Ridlwan.
Salah satu serangan kelompok yang berafiliasi dengan al-Qaidah ini yang paling besar adalah pengeboman kapal feri di pelabuhan Manila yang menewaskan 194 orang.
Seorang pemimpin senior Abu Sayyaf Isnilon Hapilon Agustus lalu menyatakan berbaiat kepada kelompok Negara Islam Irak dan Suriah, ISIS.
Saat ini, Abu Sayyaf tengah menyandera dua orang warga Jerman dan mengancam akan membunuh mereka jika tuntutan tidak dipenuhi. Selain meminta tebusan uang, Abu Sayyaf juga menuntut Jerman tidak ikut serta dalam serangan udara Amerika Serikat ke Irak dan Suriah.
Abu Sayyaf memberikan tenggat waktu kepada pemerintah Jerman untuk memenuhi tuntutan mereka hingga sore ini, Jumat (17/10) pukul 17.00.