Tokyo, CNN Indonesia -- Pemerintah Jepang meminta sebagian kalimat dari laporan PBB tahun 1996 yang ditulis oleh Radhika Coomaraswamy soal "perbudakan seks" oleh tentara Jepang pada Perang Dunia II ditarik.
Diberitakan Asahi Shimbun, Kamis (16/10), pemerintah Jepang meminta ditariknya kutipan wawancara dengan Seiji Yoshida yang mengatakan bahwa Tentara Imperialis Jepang mengumpulkan dan memaksa wanita Korea dari Pulau Jeju, Korea Selatan untuk jadi wanita budak seks, atau dikenal dengan nama jugun ianfu.
Yoshida adalah mantan tentara Jepang yang mengaku menyelamatkan wanita Korea yang akan dijual di rumah bordil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Desakan Jepang ini muncul setelah Asahi Shimbun Agustus lalu menarik 16 artikel mereka yang ditulis tahun 1980 dan 1990an soal pengakuan Yoshida yang diragukan para sejarawan.
Menurut sumber di pemerintahan, Commaraswamy menolak menarik kutipan tersebut karena pengakuan Yoshida hanyalah satu dari banyak bukti yang dikumpulkan dalam laporan tersebut.
Saat Coomaraswamy melaporkannya 18 tahun lalu, pemerintah Jepang langsung mengajukan dokumen bantahan yang selama ini tidak pernah dipublikasikan, demi menjaga hubungan dengan Korea Selatan dan negara mitra lainnya.
Menteri Luar Negeri Jepang Fumio Kishida mengatakan tengah mempertimbangkan untuk mempublikasikan dokumen bantahan tersebut.
Posisi JepangMenurut pemerintah Jepang, upaya menarik kalimat dari laporan Coomaraswamy sesuai dengan posisi Tokyo yang menganggap tidak pernah ada bukti-bukti obyektif yang menunjukkan para jugun ianfu dibawa paksa dari rumah mereka untuk jadi budak seks.
Partai Demokrasi Liberal Jepang mendukung langkah pemerintah dengan membentuk komisi khusus yang dikepalai mantan Menteri Luar Negeri Hirofumi Nakasone untuk mengembalikan nama baik dan martabat Jepang.
Di antara isu yang menjadi fokus komisi ini adalah mengapa muncul persepsi yang salah kaprah soal jugun ianfu muncul dan meluas di seluruh dunia.
"Namun jika Jepang gagal mengubah persepsi publik, maka negara ini akan dikritik tidak menghargai hak asasi wanita," kata seorang pejabat kementerian luar negeri Jepang.
Korea Selatan menganggap langkah Jepang ini adalah cara Tokyo menutupi kesalahan mereka di masa lalu.
"Seberapapun kerasnya upaya pemerintah Jepang mengubah kisah jugun ianfu dan mencoba menutupi kesalahan masa lalu mereka, tetap saja tidak akan mampu mengubah sejarah," kata Noh Kwang-il, juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Selatan.
Menurut laporan Asian Women's Fund tahun 2007 lalu, diperkirakan ada 50 ribu sampai 200 ribu wanita dari berbagai negara yang dijadikan pemuas birahi tentara Jepang.
Para jugun ianfu berasal dari Jepang, Tiongkok, Korea, Filipina, Taiwan, Myanmar, Indonesia, Belanda dan Australia, yang diculik antara tahun 1932 hingga 1945.
Setiap Rabu, sekelompok warga Korea Selatan melakukan aksi di depan Kedutaan Besar Jepang di Seoul, menuntut permintaan maaf dan kompensasi. Permintaan maaf Jepang selama ini dianggap tidak tulus.
Aksi di Korsel ini dimulai pada 8 Januari 1992, dan telah dihadiri 1.000 orang. Pada 2011, didirikan patung seorang gadis duduk di kursi dan bertelanjang kaki, memandang Kedubes Jepang, perlambang seluruh jugun ianfu dari Korea. Buruh kecil di bahu kiri gadis itu melambangkan kebebasan dan perdamaian.