PEMBUNUHAN WNI

Mujiasih Tulang Punggung Keluarga

CNN Indonesia
Kamis, 06 Nov 2014 06:36 WIB
Di desa Mujiasih banyak wanita jadi TKW untuk meningkatkan perekonomian keluarga mayoritas petani.
Mujiasih bahkan belum sempat melihat pembangunan rumahnya yang hampir selesai. (CNNIndonesia/Dok. Pribadi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Banyak media yang membuat pemberitaan "miring" terkait tewasnya Seneng Mujiasih alias Jesse Lorena dan Sumarti Ningsih di tangan bankir berkewarganegaraan Inggris Rurik George Caton Jutting pada Sabtu (1/11), karena kedua wanita itu diketahui dekat dengan kehidupan malam.

Namun, apapun yang dikatakan banyak orang mengenai anak mereka di luar sana, keluarga yang ditinggalkan tetap saja merasa kehilangan sosok buah hati tercinta.

Muslih, satu dari perwakilan keluarga Mujiasih, yang dihubungi CNN Indonesia pada Kamis (6/11) mengatakan bahwa sampai pagi tadi, keluarga Mujiasih terutama sang ayah, Mujiharjo, tak henti meneteskan air mata dan menyesali kepergian 'Mbak Seneng' yang begitu cepat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pagi ini Pak Mujiharjo bertemu dengan tiga perwakilan Kementerian Luar Negeri untuk membicarakan mengengai pemulangan jenazah," kata Muslih.

Mujiasih, yang asli Jawa Tengah namun menetap di Sulawesi Tenggara setelah keluarganya mengikuti program transmigrasi, hanya lulusan SMA yang punya mimpi segudang untuk membahagiakan orang tuanya.

"Mujiasih berangkat ke Hong Kong atas ajakan penyalur pada tahun 2009, niatnya kala itu untuk mencari penghasilan keluarganya yang hanya bertani di sini," ujar Muslih.

Di desa Mujiasih memang banyak wanita yang jadi tenaga kerja di luar negeri. Muslih mengatakan kurang lebih ada delapan wanita yang saat ini jadi TKW.

Keluarga Mujiasih sebenarnya sudah lama merindukan sosok cerianya di rumah, tapi Mujiasih yang baru sekali pulang ke Indonesia berkeinginan untuk terus bekerja di Hong Kong.

"Keluarga sebenarnya sudah kangen dan minta dirawat oleh Mujiasih. Tapi dia terus berkata ingin terus cari uang untuk 'ngebagusin rumah' orang tuanya di sini. Dia bahkan belum sempat liat rumah yang dia bangun," kata Muslih yang sempat terdiam sesaat karena pilu.

Jadi anak kedua dari dua bersaudara, bisa dibilang Mujiasih menjadi tulang punggung bagi keluarganya.

Muslih mengaku tidak pernah mendengar keluh kesah Mujiasih selama di Hong Kong.

Meski sudah di luar negeri, Mujiasih tetap sering berkomunikasi dengan keluarganya hanya untuk bertanya kabar, mengecek pembangunan rumahnya atau sekedar bercanda.

"Dia jarang memikirkan dirinya. Pembangunan rumah juga keinginan dia sendiri bukan orang tuanya. Kami bahkan tidak tahu siapa pacarnya atau rencana kapan ia menikah," ujar Muslih.

Sejak kemarin, keluarga Mujiasih telah mengadakan pengajian untuk mendoakan arwah Mujiasih. Muslih berharap, kasus segera selesai dan pelaku mendapat hukuman yang setimpal.

Dalam dakwaan pengadilan pertama Senin lalu, disebutkan bahwa Ningsih dibunuh pada 27 Oktober, sementara Mujiasih dibunuh pada 1 November.

Ayah Ningsih kepada CNN pada Rabu (4/11) berharap hukuman seberat-beratnya untuk Jutting, seorang bankir berkewarganegaraan Inggris.

Hong Kong sendiri tidak menerapkan hukuman mati, namun memiliki hukuman penjara seumur hidup bagi pelaku kejahatan berat, salah satunya pembunuhan berencana.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER