Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Paris, CNN Indonesia --
Sally Kohn adalah komentator politik liberal dan merupakan pendiri sekaligus Kepala dari Movement Vision Lab. Kohn dikenal sebagai kontributor tulisan bagi berbagai media ternama seperti The Washington Post dan USA Today. Tulisan berikut adalah opini Kohn yang dimuat dalam portal berita CNN (12/1).Pasca serangan terhadap koran satire Charlie Hebdo di Perancis, banyak yang berkicau dan menulis demi solidaritas: Je suis Charlie (Saya Charlie). Tapi saya tidak. Karena saya bukan Charlie.
Tentu saja, tidak diragukan bahwa saya sangat mendukung hak kebebasan berbicara. Titik. Dan saya juga memilih untuk menggunakan hak tersebut dengan bertanggung jawab dan penuh penghargaan. Itulah alasan saya tidak akan mempublikasikan kartun yang mencemooh Nabi Muhammad, menyulut amarah 1,6 miliar umat Muslim di seluruh dunia (dan tidak, saya juga tidak akan mempublikasikan kartun-kartun Charlie Hebdo lainnya yang menyinggung Yahudi dan Kristen).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini bukan berarti—seperti yang telah dilakukan oleh sebagian orang di Twitter—saya mendukung pembunuhan staff Charlie Hebdo. Itu adalah pemikiran konyol yang menyinggung serta salah. Sangat mungkin menghargai dan menjaga kebebasan berpendapat dalam publikasi seperti Charlie Hebdo sekaligus meyakini bahwa kartun seperti itu sangat tidak menghargai dan ofensif.
Seperti yang telah dibicarakan sebelumnya, buah dari serangan di Paris adalah munculnya dukungan terhadap kebebasan berbicara namun menyisakan tanya terhadap dukungan berbicara itu sesungguhnya.
Saya mendukung hak kebebasan berpendapat untuk KKK dan protes "Tuhan benci orang homo", contohnya, tapi bukan bukan berarti saya mendukung, dan saya tidak pernah berpikir untuk bergabung, dengan pesan kebencian mereka. Beberapa pihak berpendapat bahwa media harus mencetak ulang kartun anti-Islam Charlie Hebdo dan sebagainya. Namun, ini adalah kesalahan pemaknaan yang sangat fundamental dari kebebasan berpendapat. Ada ketidakkonsistenan antara mendukung kebebasan berpendapat kartunis Charlie Hebdo dan fakta bahwa konten dari beberapa kartun mereka sangat ofensif dan tidak menghargai.
Ada ketidakkonsistenan antara mendukung kebebasan berpendapat kartunis Charlie Hebdo dan fakta bahwa konten dari beberapa kartun mereka sangat ofensif dan tidak menghargai.Sally Kohn |
Saya bukanlah cendekiawan Islam, tapi jelas ada beberapa aliran atau interpretasi kepercayaan yang melihat setiap penggambaran Nabi Muhammad sebagai penghujatan. Tapi bukan berarti semua umat Muslim yang melihat penggambaran seperti itu sebagai penghujatan berpikir bahwa tanggapan yang tepat adalah kekerasan; jauh dari itu. Tapi beberapa penganut paham radikal, dan, seperti komentator Timur Tengah, Juan Cole, pernah berpendapat, mereka mengeksploitasi penghinaan terhadap nabi semacam itu untuk mencoba meradikalisasi keimanan orang lain.
Sayangnya, ada beberapa pihak di Barat yang berpikir bahwa semua Islam itu telah tercoreng, dan mereka—walaupun banyak tercatat sejarah kekerasan dan intoleransi dalam teks dan sejarah Yahudi dan Kristen—percaya bahwa Islam itu penuh kekerasan dan intoleran.
Tapi, ketika kita keliru dengan memercayai bahwa penafsiran sempit dan kekerasan dalam Islam adalah satu-satunya versi yang benar, kita berada tepat di genggaman kaum radikal yang menginginkan dunia, termasuk semua umat Islam, untuk memercayai hal itu.
Kenyataanya adalah dunia Muslim tidak terbatas pada kepemimpinan di Arab Saudi dan Iran, tapi juga Indonesia dan Mali. Dan penting untuk ditekankan bahwa beberapa negara Muslim telah memilih atau menunjuk perempuan sebagai kepala negara, sesuatu yang belum pernah dilakukan di Amerika Serikat. Dan juga ketika mengingat masih banyak yang harus diperjuangkan untuk keadilan kaum gay, bar-bar gay masih ada di Lebanon dan Yordania. Sayangnya, sekitar 60 persen warga Amerika tidak mengenal pribadi seorang Muslim, mungkin hanya mengenal Islam melalui apa yang dikabarkan media tentang teroris.
Sangat penting untuk mengingat bahwa ada banyak variasi interpretasi dan praktik Islam di seluruh dunia, termasuk debat aktif mengenai interpretasi-interpretasi tersebut di antara pelajar dan pemimpin agama.
Sedihnya, saya harus membayangkan jika Charlie Hebdo diserang karena kartun yang menyinggung umat Kristen, apakah akan ada aliran dukungan yang sama untuk mendukung majalah tersebut, terutama di Amerika Serikat.
Di samping itu, sebulan lalu banyak dari orang yang sama marah dengan dugaan "Perang Natal" dan tanpa ragu meluncurkan "Perang Melawan Islam" karena, ya, bukan agama mereka yang disalahartikan dan dihina. Saya resah ketika memikirkan bahwa alasan mengapa begitu banyak curahan dukungan untuk Charlie Hebdo didorong tidak hanya dengan kekerasan yang diderita atau membela kebebasan berbicara, tetapi juga dengan kesempatan untuk secara implisit mendukung pukulan terhadap Islam. Melihat dari beberapa liputan media, tampaknya asumsi ini cukup beralasan.
Pada hari yang sama ketika serangan terjadi di Paris, sebuah bom diletakkan di depan kantor NAACP (Asosiasi Nasional untuk Kemajuan Orang Kulit Berwarna) di Colorado. Untungnya, tidak ada korban nyawa dalam serangan tersebut, tapi itu tetap saja bom di teritori Amerika Serikat dan berita tersebut absen dari beberapa media besar. Seandainya umat Islam yang menjadi tersangka, saya pikir akan lebih banyak perhatian.
Sebagai pembawa suara publik, saya memanfaatkan kebebasan berbicara saya melalui pengeras suara, dan sementara prinsip kebebasan berbicara berarti saya dapat mengatakan apa yang saya inginkan ketika saya menginginkannya, dalam praktiknya saya mencoba untuk berpikir hati-hati mengenai dampak kata-kata saya dan apa yang mereka rasakan baik mereka yang mengerti sistem kepercayaan saya atau tidak.
Secara pribadi, saya tidak akan mengatakan sesuatu hanya karena saya ingin berbicara, tapi karena saya ingin didengar. Jadi, misalnya, saya tidak akan dengan santai mengutuk atau merendahkan agama orang karena saya ingin orang-orang yang beragama mendengar saya. Semua agama berjuang untuk maju dari tradisi kaku dan berkembang menjadi modern, dan jadi saya ingin suara saya terdengar jelas dan konstruktif dalam mendukung kemajuan tersebut.
Di sisi lain, saat saya membuka mulut saya, saya tidak mau menjadi bagian dari masalah, saya ingin menjadi bagian dari solusi. Saya ingin membantu Islam dan Kristen dan Yahudi dan lingkungan secara umum agar lebih terbuka dan inklusif dan demokratis serta liberal.
Kebebasan berpendapat adalah esensi yang fundamental dalam rencana tersebut. Begitu pula dengan penghormatan. Setelah serangan di Paris, sangat penting bagi kita untuk mengingat bahwa kebebasan berpendapat dan penghormatan dapat berjalan beriringan.
(han/den/ike)