Beijing, CNN Indonesia -- Nyaris setengah produk makanan Tiongkok tidak memenuhi standar kualitas internasional. Hal tersebut terungkap dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh perusahaan pengawas pengendalian kualitas, AsiaInspection.
Penelitian ini melalui mencakup total ribuan pemeriksaan, audit dan pengujian di seluruh penjuru Tiongkok. Hasilnya, sebanyak 48 persen produk makanan Tiongkok dinyatakan tidak sesuai standar.
"Ada cerita-cerita horor tentu saja. Kami menemukan pabrik yang tidak mengerti standar dasar higienitas. Orang yang memegang makanan, mereka tidak memakai sarung tangan, tidak memakai apa-apa," ujar Wakil Presiden AsiaInspection, Mathieu Labasse, kepada CNN pada Jumat (16/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Labasse mengatakan bahwa ada banyak alasan kegagalan produk. Dalam beberapa kasus, hasil tes laboratorium menunjukkan tidak normalnya jumlah kandungan pestisida, antibiotik, metal berat, bakteri dan virus yang berisiko besar bagi konsumen.
Beberapa indikasi kegagalan lain yang ditemukan adalah kesalahan label kemasan, warna dan bau yang tidak normal, serta busuk. Untuk makanan laut, banyak ditemukan kasus penambahan air agar ikan terlihat lebih berat dari sebenarnya.
"Kami melihat kesadaran mulai tumbuh, tapi kami tidak melihat perkembangan konkret di lapangan—akan tiba saatnya," tutur Labasse.
Diberitakan CNN, Tiongkok memang kerap mendapatkan kasus makanan dalam beberapa tahun belakangan. Beberapa kasus melibatkan label restoran Amerika Serikat besar seperti McDonald's, Starbucks, KFC, dan Pizza Hut yang beroperasi di Tiongkok.
Menurut Labasse, alam bisnis makanan di Tiongkok memang liar. Negara ini memiliki 500 ribu perusahaan produksi dan pengolah makanan. Sekitar 70 persen di antaranya memiliki karyawan kurang dari 10 orang. Hal ini membuat pihak berwenang sulit melakukan kendali dan pembeli luar negeri juga sukar mengerti.
Labasse menuturkan, pihak perusahaan seperti McDonald's atau KFC berurusan langsung dengan pengurus restoran yang membeli waralaba mereka. "Mereka mengenal betul orang yang berkomunikasi dengan mereka sehari-hari, tapi mereka tidak tahu apa yang terjadi di balik layar," ungkapnya.
Selain perusahaan, pihak pembeli franchise juga seharusnya menjaga kualitas.
"Pembeli (merk dagang) lebih fokus kepada orang yang menandatangani kontrak dengan mereka, tapi mereka juga harus mengambil langkah ekstra dan mengontrol penuh semuanya dan menjamah sampai ke level ketiga atau keempat dari penyedia," kata Labasse.
Sumber:
CNN (den/stu)