Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Brasil mendadak menunda penerimaan surat kepercayaan Duta Besar Indonesia untuk Brasil Toto Riyanto setelah diundang secara resmi untuk menghadiri upacara di Istana Presiden Brasil pada Jumat (20/2) pukul 09.00 waktu setempat.
Menanggapi hal ini, Kementerian Luar Negeri melontarkan protes kerasnya, apalagi jika penundaan ini dikaitkan dengan eksekusi mati salah satu warga Brasil yang terseret kasus narkoba di Indonesia.
"Kami menunjukkan rasa ketidaksukaan kami karena penundaan dilakukan dengan cara yang sangat tidak diplomatis dan tidak hormat kepada duta besar dari Indonesia," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Christiawan Nasir kepada CNN Indonesia, Sabtu (21/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti dilansir dari laman Kementerian Luar Negeri, cara penundaan penyerahan
credentials oleh Menlu Brasil ketika Toto sudah berada di lokasi acara merupakan suatu tindakan yang tidak dapat diterima oleh Indonesia.
Sebagai tanda protes Pemerintah telah memanggil Duta Besar Brasil untuk Indonesia pada pukul 22.00 WIB, kemarin. Dalam pertemuan tersebut, Kementerian Luar Negeri menyampaikan protes keras terhadap tindakan tidak bersahabat sekaligus menyampaikan nota protes.
"Kami menyampaikan protes dan menyatakan bahwa ini merupakan kewajiban negara sesuai dengan Konvensi Wina," ucap Tata, sapaan akrab Arrmanatha.
Tak hanya itu, pemerintah Indonesia juga telah memanggil pulang Toto ke Jakarta sampai jadwal baru penyerahan surat kepercayaan dipastikan oleh Pemerintah Brasil.
Alasan Tak JelasMenurut penuturan Tata, Pemerintah Brasil mengaitkan penundaan ini dengan hukuman mati yang akan dilakukan Indonesia pada warga negara Brasil. "Mereka yang memberi keterangan bahwa penundaan itu dikaitkan dengan hukuman mati," ungkap Tata.
Namun Kementerian Luar Negeri kembali menegaskan bahwa negara asing tidak dapat mencampuri berjalannya penegakkan hukum di Indonesia.
"Sebagai negara demokratis yang berdaulat dan memiliki sistem hukum yang mandiri serta tidak memihak, maka tidak ada negara asing atau pihak manapun dapat mencampuri penegakan hukum di Indonesia, termasuk terkait dengan penegakan hukum untuk pemberantasan peredaran narkoba," demikian kutipan pernyataan Kementerian Luar Negeri.
Nama warga negara Brasil Rodrigo Gularte, masuk dalam daftar nama yang akan dieksekusi mati terkait kasus narkoba di Indonesia.
Keluarga Rodrigo telah melayangkan surat keterangan kepada Kejaksaan Agung yang menerangkan bahwa saudaranya tersebut mengidap penyakit skizofrenia.
Menurut Ricco Akbar, kuasa hukum Rodrigo, seseorang yang mengalami sakit jiwa tidak bisa menjalani proses hukum merujuk pada Pasal 44 KUHP.
Kejaksaan Agung mengaku telah menerima laporan awal dari psikiater yang menangani Rodrigo, Kusumawardhani pada Selasa (17/2). Kejaksaan juga menerima surat dari Kepala Lapas Nusakambangan terkait laporan ini.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana, Kepala Lapas meminta izin kepada Jaksa Agung M. Prasetyo untuk melakukan pemeriksaan medis atas Rodrigo di luar Nusakambangan. Ini perlu dilakukan karena keterbatasan fasilitas di sana.
Kendati demikian, Tony mengatakan tidak akan ada perubahan terkait jumlah terpidana yang akan dieksekusi. Kejaksaan Agung menunggu informasi tentang berapa lama Rodrigo akan menjalani pemeriksaan medis, untuk menentukan langkah selanjutnya.