Istanbul, CNN Indonesia -- Di tengah perang yang berkecamuk di Suriah dan Irak, peran Turki sangat penting, terutama bagi para calon militan yang akan bergabung dengan kelompok bersenjata. Pasalnya, jalur termudah menuju Suriah adalah via Turki, dengan bantuan penyelundup tentu saja.
Tidak heran, dugaan awal yang muncul setelah 16 WNI dinyatakan hilang di Turki adalah menyeberang ke Suriah dan bergabung dengan kelompok militan. Menurut pemerintah, sudah lebih dari 500 WNI yang saat ini bergabung dengan kelompok bersenjata.
Turki berbatasan darat sebelah selatan sepanjang 900 kilometer dengan Suriah. Para penyelundup manusia, militan dan pengungsi bisa dengan mudah lalu-lalang Turki-Suriah dengan menyogok para penjaga perbatasan yang terdiri dari tentara paramiliter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rami Zaid, aktivis berusia 23 tahun dari Aleppo mengatakan melintas sekali atau dua kali sebulan ke Suriah melalui perbatasan sebelah timur Bab al-Salam yang minim penjagaan. Bahkan Zaid bisa masuk Turki tanpa paspor dengan membayar suap.
Suapnya sangat murah, hanya Rp320 ribu-Rp650 ribu sekali melintas.
Jasim Qalthim, 30, seorang penyelundup membenarkan bahwa perlintasan menuju Suriah sangat mudah. Qalthim mengatakan, jika Turki menutup satu perbatasan, maka mereka akan membuka perbatasan yang lainnya.
"Mereka bisa mempersulitnya jika ingin," kata Qalthim, dikutip dari Huffington Post, bulan lalu.
Beberapa penyelundup melintas melalui beberapa titik perbatasan yang dikuasai oleh ISIS. Pintu perbatasan dibuka hanya berdasarkan perintah dari emir atau penguasa wilayah tersebut.
Para penyelundup membayar agar pintu itu dibuka, setidaknya selama setengah jam.
"Dia (emir) berasal dari Turki --Abu Ali. Semua tentara takut pada dia. Satu kali, dia menutup perbatasan selama 10 hari, hanya karena marah. Dia menguasai segalanya. Dia menghasilkan banyak uang untuk membeli senjata dan amunisi untuk ISIS," kata Qalthim yang mengaku tidak ingat lagi berapa orang yang sudah diselundupkannya, saking banyaknya.
Abu Harwain, 24, pedagang domba yang beralih profesi menjadi penyelundup mengaku telah menyusupkan 100 orang per bulan ke wilayah Suriah yang dikuasai Tentara Pembebasan Suriah.
Dia mengaku mendapatkan 75 lira atau sekitar Rp400 ribu untuk satu orang yang dia selundupkan. Namun lebih dari setengahnya digunakan untuk menyogok penjaga perbatasan.
Beban moralHarwain dan Qalthim mengaku memiliki beban moral atas pekerjaan yang mereka lakoni. Suatu kali Qalthim membantu seorang pemuda Saudi ke markas ISIS di Suriah melalui Jarabulus. Beberapa hari setelahnya, ayah pemuda itu mendatanginya dan memohon padanya untuk mencari putranya tersebut. Kendati memilukan, namun pekerjaan ini mereka jalankan karena selain mudah, uang yang dihasilkan juga lumayan untuk kehidupan keluarga mereka.
Para penyelundup ini mengatakan bahwa pada awal perang Suriah pecah beberapa tahun lalu pemerintah Turki memang mengendurkan perbatasan untuk mempersilakan pejuang asing masuk ke Suriah untuk memerangi Bashar al-Assad. Selain itu, penjagaan dilonggarkan untuk membiarkan para pengungsi asal Suriah yang jumlahnya 1,5 juta orang masuk ke Turki dan mendapat perlindungan.
Namun saat ini dengan campur tangan Amerika Serikat, Turki mulai memperketat perbatasan mereka dan mendirikan banyak pos pemeriksaan di dekat perbatasan.
Turki mengaku telah mendeportasi 1.056 warga asing dan menetapkan larangan berkunjung terhadap 7.833 lainnya untuk mencegah rekruitmen militan. Namun tidak disebutkan rentang waktu pendeportasian tersebut.
Empat bulan lalu menurut PBB, diperkirakan ada 15 ribu orang dari 80 negara, termasuk dari Australia, Perancis, Jerman, Inggris, Denmark, dan Timur Tengah yang masuk ke Suriah dan Irak, salah satunya melalui Turki.
Pemerintah Indonesia sendiri memperkirakan ada sekitar 514 WNI sudah terkonfirmasi bergabung dengan ISIS di Irak dan Suriah dan telah mengindikasikan hilangnya 16 orang tersebut.
Pemerintahan Reccep Tayyip Erdogan tidak ingin disalahkan sendiri dalam hal ini dengan mengatakan bahwa negara-negara Barat harus lebih baik dalam menerapkan pemeriksaan di bandara mereka sendiri, demi mencegah perginya warga mereka ke Irak dan Suriah.
(den)