Islamabad, CNN Indonesia -- Seorang pria Pakistan yang divonis bersalah atas dakwaan pembunuhan ketika dia masih berusia remaja, Shafqat Hussain, tengah menuliskan surat wasiat sembari menanti eksekusi mati, Kamis (19/3).
Dilaporkan Reuters, tim kuasa hukum Hussain menyatakan dia baru berusia 14 tahun ketika dia mengaku bersalah atas kasus pembunuhan pada tahun 2004. Tim kuasa hukumnya menyatakan bahwa Hussain mengaku bersalah karena tak tahan mendera siksaan di tahanan, seperti disundut dengan rokok dan dicabut kukunya.
Kasus Hussain telah memantik gelombang protes dari keluarga dan sejumlah kelompok HAM. Ia seharusnya dieksekusi pada Selasa (17/3). Namun eksekusinya ditunda hingga waktu yang belum ditentukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Eksekusi Hussain ditunda tanpa batas waktu," kata saudara Hussain, Gul Zaman, kepada Reuters, Kamis (19/3).
Sementara, surat kabar setempat, Dawn, melaporkan eksekusi Hussain ditunda selama tiga hari. Zaman menyatakan dia terus bersama Hussain di saat-saat genting menunggu eksekusi.
"Mereka memakaikan dia seragam putih khusus terpidana yang akan dieksekusi. Lalu mereka memintanya menuliskan surat wasiat. Dia menulis: 'Saya tidak bersalah. Mereka menggantung saya untuk kejahatan yang tidak saya lakukan, dan demi membebaskan pelaku yang sebenarnya'," kata Zaman.
Kelompok hak asasi manusia Reprieve mengatakan penyelidikan akan dilakukan sampai Hussain cukup umur ketika dipaksa mengakui kejahatan yang tak diperbuatnya tersebut.
"Kami terjaga sepanjang malam dan berdoa kepada Tuhan. Tidak ada harapan bahwa kami akan melihatnya hidup kembali, namun berkat Allah yang menyelamatkan anak saya dari hukuman brutal ini," kata ibu Hussain, Makhani Begum, kepada Reuters, Kamis (19/3).
Keluarga Hussain mengajukan banding yang menyayat hati kepada pemerintah Pakistan pada Rabu (18/3) terkait sistem peradilan yang mereka sebut cacat karena memungkinkan penyiksaan berbulan-bulan atas seorang tersangka untuk mendapatkan pengakuan.
Kelompok HAM menyakini pengadilan di Pakistan tidak dapat diandalkan karena sistem peradilan pidana yang kuno yang nyaris tidak berfungsi, dan penyiksaan yang umum dilakukan oleh sebagian besar polisi yang tidak terlatih.
Sejak Pakistan menerapkan kembali hukuman mati pada Desember lalu, sebanyak 21 terpidana mati telah dieksekusi.
Namun, hukuman mati tidak dapat diterapkan kepada terdakwa yang masih berusia di bawah 18 tahun ketika mereka melakukan kejahatan. Pengakuan di bawah penyiksaan juga tidak dapat diterima dalam hukum internasional.
Perdana Menteri Nawaz Sharif mencabut moratorium penghentian eksekusi mati pada 17 Desember lalu, menyusul serangan mematikan yang diluncurkan Taliban di sekolah milik militer di Peshawar, yang menewaskan 134 siswa dan 19 orang dewasa.
(ama/stu)