Naypyidaw, CNN Indonesia -- Pengadilan Myanmar memenjarakan dua wartawan media lokal, The Myanmar Post Journal, selama dua bulan atas tuduhan pencemaran nama baik. Tindakan ini memantik pertanyaan soal kebebasan media di negara yang tengah berupaya menerapkan reformasi setelah dikuasai pemerintahan junta militer.
Sejak pemerintahan semi-sipil mengambil alih kekuasaan pada 2011 lalu, kekebasan media menggema di Myanmar. Meskipun begitu, lembaga pemerhati HAM awak media, Committee to Protect Journalists (CPJ) menyatakan bahwa sebanyak 10 wartawan dipenjara dan 19 awak media lainnya dipidanakan pada tahun 2014.
The Myanmar Pos Journal melaporkan bahwa pengadilan Negara Bagian Mon menahan pemimpin redaksi Than Htike Thu, dan wakil kepala reporter, Hsan Moe Tun, setelah seorang perwakilan militer mengajukan tuntutan terkait pelaporan media ini kepada parlemen Myanmar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Thaw Naing, penanggung jawab surat kabar tersebut menyatakan seorang perwakilan militer mengeluh pernyataannya tentang pembagian kursi di parlemen antara warga sipil dan militer dikutip dengan salah di media tersebut.
Peran militer di parlemen merupakan isu sensitif bagi partai oposisi NLD yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi. Pasalnya, NLD terus menyerukan perubahan konstitusi yang pada dasarnya akan melemahkan kekuasaan legislatif militer.
Thaw Naing menegaskan bahwa The Myanmar Post Journal mempertahankan artikel tersebut.
"Kita akan mengusahakan semua jalur hukum untuk kebebasan awak media kami," kata Naing, dikutip dari Reuters, Kamis (19/3).
Jurnalis veteran dan petinggi Asosiasi Wartawan Myanmar, Pho Thaukya menyatakan dia kecewa dengan hukuman keras bagi para wartawan.
"Ini benar-benar tidak dapat diterima, di saat negara sedang membangun demokrasi," kata Thaukya.
Pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, Yanghee Lee, menyatakan bahwa Myanmar telah mengupayakan demokrasi sejak transisi berlangsung, tapi penerapan demokrasi masih menjadi tantangan berat negara ini.
"Saya khawatir bahwa wartawan masih mengalami interogasi dan ditahan, dan 10 wartawan dipenjara pada tahun 2014. Ini harus dihentikan jika Myanmar ingin menciptakan ruang demokrasi yang berarti," kata Lee dalam sebuah pernyataan pekan ini.
Hingga kini, kebebasan pers di Myanmar merupakan salah satu yang terburuk di dunia, meskipun telah ada transisi dari pemerintahan junta militer ke kekuasaan sipil dan sumpah Presiden Thein Sein untuk mengadopsi pendekatan yang lebih liberal.Departemen Perizinan Media meninjau dan menyensor semua isu dalam berita lokal sebelum diterbitkan. (ama/stu)