Jakarta, CNN Indonesia -- Internet telah lama menjadi senjata paling berbahaya yang dimiliki oleh ISIS. Tak hanya untuk propaganda, kelompok militan itu menggunakan internet untuk merekrut simpatisan baru mereka.
ISIS juga menggunakan internet sebagai medium utama untuk menyebarkan media mereka, salah satunya majalah, selain juga video brutal berisi eksekusi terhadap para sandera.
ISIS dilaporkan memiliki majalah Dabiq dalam bahasa Inggris dan Dar Al-Islam dalam bahasa Perancis. Namun majalah itu juga diterjemahkan kembali dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia, yang lalu dipublikasi ulang oleh banyak media kelompok radikal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irfan Idris, internet juga membuat ajaran ISIS menyebar ke pelosok-pelosok daerah di Indonesia.
“Tanpa terkecuali, tak ada batas geografi sekarang. Mereka bisa menjangkau hingga ke pelosok untuk menarik para generasi muda,” ujar Irfan, sambil menambahkan bahwa untuk mengatasi itu, pemerintah memerlukan kontra-narasi untuk melawan propaganda ISIS.
Ditanya soal seberapa jauh media ISIS yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia berhasil menarik simpatisan baru ISIS, Irfan menjawab, “Sangat efektif. Untuk menyebarkan ajaran, membentuk opini. Terutama karena memang ada niatan dasar yang lalu dilegitimasi oleh media ini.”
Irfan juga menjabarkan bahwa warga negara Indonesia yang bergabung dengan ISIS, mayoritas sudah memiliki akar akan paham radikal.
"Mereka yang memang sudah terkait dengan DI/TII atau NII,” jelasnya pada CNN Indonesia pada Jumat (20/3).
Hadirnya media ISIS berbahasa Melayu, insiden ditahannya 16 WNI di Turki ketika ingin menyeberang ke Suriah, serta beredarnya video pelatihan anak-anak ISIS berbahasa Indonesia merupakan petunjuk bahwa kelompok militan itu memang menebar sayap mereka ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, menurut Sidney Jones, pakar terorisme Asia Tenggara, ISIS memang berhubungan dengan jaringan radikal yang sudah ada.
“Ada pengajian-pengajian ekstrem. Karena sudah ada orang dari kelompok mereka yang berhasil ke sana, itu memberanikan masyarakat, keluarga, dan teman dekat mereka… di Indonesia, sosial media hanya untuk memperkuat jaringan. Niat bergabung sudah ada dari jaringan-jaringan radikal. Ada JAT (Jamaah Anshorut Tauhid) yang berangkat ke sana itu sudah mengajak supaya lebih banyak yang tertarik,” ujar Jones ketika dihubungi pada Kamis (19/3).
(stu)