Jakarta, CNN Indonesia -- Operasi penyalamatan jaksa di Istanbul, Turki yang disandera keompok sayap kiri, berakhir tragis. Ia yang sebelumnya dikabarkan sedang dirawat di rumah sakit, tidak bisa selamat.
Itu disampaikan Presiden Turki, Tayyip Erdogan seperti dikutip Reuters. Erdogan mengatakan, jaksa bernama Mehmet Selim Kiraz itu ditembak tiga kali di kepala dan dua kali di tubuh. Operasi penyelamatan juga menewaskan dua penyanderanya dalam baku tembak dengan polisi.
Kiraz telah menjadi sandera The Revolutionary People's Liberation Party-Front (DHKP-C) sejak Kamis lalu. Kelompok sayap kiri itu lalu menerbitkan foto jaksa dengan todongan pistol di kepala. Mereka mengklaim akan membunuhnya kecuali permintaannya dipenuhi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(Baca juga: Jaksa Sandera di Turki Terluka dalam Baku Tembak)Beberapa jam lalu, saksi mengaku mendengar suara letusan tembakan dan melihat asap dari gedung yang digunakan sebagai penyanderaan. Tak lama, dua ambulans yang sirinenya meraung langsung datang ke lokasi. Pun pasukan polisi.
"Kami di lantai enam. Seorang pria berambut hitam memasuki ruang jaksa dan menembak tiga kali," kata Mehmet Hasan Kaplan yang kebetulan bekerja di gedung itu. Ia melanjutkan, penyandera juga mengancam akan meledakkan bom.
Kepala Kepolisian Turki, Selami Altinok mengatakan, pihaknya telah berhasil menjalin komunikasi dengan penyandera. Namun karena mendengar suara tembakan, ia langsung beraksi.
"Pasukan kami sudah bekerja dengan sabar selama enam jam dan mengambil segala pengukuran keamanan yang diperlukan," kata Altinok. Presiden Erdogan menuturkan, pihaknya akan menganggap kejadian itu sangat serius.
Kiraz merupakan jaksa yang sedang menyelidiki kematian Berkin Elvan bulan Maret lalu. Elvan yang masih berusia 15 tahun, meninggal setelah enam bulan koma. Kepalanya cedera karena benturan saat aksi protes antipemerintah.
DHKP-C mengatakan dalam situs web resminya bahwa mereka ingin kepolisian merasa bersalah dengan kematian Elvan. Mereka harus mengaku di televisi dan diadili secara objektif.
Namun, pria yang diketahui sebagai ayah Elvan tidak ingin menyakiti sang jaksa. "Kami hanya ingin keadilan. Kami tidak ingin seorang pun menjatuhkan setetes darah pun. Kami tidak ingin ada ibu lain yang menangis," ujarnya.
DHKP-C di mata Amerika Serikat, Eropa, dan Turki dianggap sebagai organisasi teroris. Mereka merupakan dalang di balik bom bunuh diri di Kedutaan Amerika Serikat pada 2013. Tahun 2001, kelompok yang sama menyerang dua polisi dan satu turis Australia di Istanbul.
(rsa/rsa)