Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika radikalisme mulai merebak di tengah masyarakat, media massa tentu langsung gencar memberitakan. Menurut Ketua Parlemen Jerman, Norbert Lammert, pemberitaan tersebut justru menyuburkan tumbuhnya radikalisme.
"Jika media menolak melaporkan aktivitas tersebut, banyak dari aktivitas itu mungkin bahkan tidak akan terjadi," ujar Lammert setelah menghadiri acara diskusi di Jakarta, Selasa (31/3).
Selain melalui media, radikalisme juga dapat menyusup melalui pendidikan. "Oleh karena itu, pendidikan di sekolah juga harus diperhatikan," kata Lammert.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, pemerintah negara sendiri, menurut Lammert, harus menyusun formula regulasi yang tepat untuk mencegah radikalisasi.
Selain upaya pencegahan radikalisasi, pemerintah juga harus memikirkan cara agar warga negaranya yang sudah dirasuki paham radikal tidak mengikuti jaringan kelompok militan internasional, seperti ISIS di Suriah dan Irak.
Sebelumnya, sebanyak 16 WNI ditahan oleh otoritas Turki ketika sedang berupaya menyeberang ke Suriah diduga untuk bergabung dengan ISIS. Menurut Lammert, hal ini dapat dicegah dengan mengatur regulasi keimigrasian.
"Tadi pagi saya bertemu dengan Menlu Indonesia, kami menawarkan rancangan yang dapat kami lakukan dengan aturan paspor," kata Lammert.
Upaya ini sebenarnya juga sudah dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri. Perwakilan Kemlu telah bertemu dengan para duta besar negara Timur Tengah untuk lebih memperhatikan permohonan visa bagi WNI yang ingin melancong ke negara mereka.
(den)