Bahasa pada Deklarasi Palestina Jadi Perdebatan Jelang KAA

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Kamis, 16 Apr 2015 16:12 WIB
Tiga dokumen yang akan disepakati dalam Konferensi Asia Afrika sudah 90 persen rampung, tinggal masalah redaksional bahasa saja yang masih diperdebatkan.
Tiga dokumen yang akan disepakati dalam Konferensi Asia Afrika sudah 90 persen rampung, tinggal masalah redaksional bahasa saja yang masih diperdebatkan. (Antara Foto/Novrian Arb)
Jakarta, CNN Indonesia -- Proses pembahasan awal tiga dokumen yang akan disepakati oleh para kepala negara dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika sudah 90 persen rampung. Menurut salah satu diplomat Perwakilan Tetap Republik Indonesia di New York, Purnomo Chandra, bahasa menjadi salah satu kendala untuk menyelaraskan buah pikir para wakil negara.

Proses penggodokan tersebut membahas kerangka dokumen Bandung Message, Reinvigorating The New Asian-African Strategic Partnership dan Deklarasi Palestina. Dari ketiga dokumen tersebut, menurut Purnomo, penyelarasan bahasa Deklarasi Palestina yang paling sulit mencapai kesepakatan.

"Deklarasi Palestina itu harus benar-benar tepat bahasanya. Ada beberapa negara yang mengatakan, 'Bahasanya jangan terlalu keras dong. Negara kami kan belum secara resmi mengakui Palestina sebagai negara.' Hal-hal itu yang berusaha kami sesuaikan," ujar Purnomo dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta, Kamis (16/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahasa dalam Deklarasi Palestina ini memang harus sangat diperhatikan. Pasalnya, selain menyerukan dukungan untuk kemerdekaan Palestina, dokumen ini juga membahas strategi-strategi pokok pembangunan kapasitas negara tersebut saat sudah merdeka.

Kesulitan penyesuaian bahasa juga terjadi saat membahas dokumen Bandung Message. Dokumen ini, kata Purnomo, akan menilik kembali visi KAA pertama di Bandung pada 1955 silam yang menghasilkan Dasasila.

Visi kerja sama

Melalui Bandung Message, para negara peserta KAA kembali menyamakan visi kerja sama yang akan terjalin ke depannya.

"Ini lebih ke far reaching. Apa yang ada di deklarasi 1955 diperjuangkan lagi. Masalah politik, solidaritas, hak asasi manusia, termasuk upaya penangkalan terorisme, masalah-masalah hak asasi secara garis besar tentu saja dengan bahasa yang tidak membuat rancu," papar Purnomo.

Sementara itu, penyelarasan bahasa saat membahas dokumen Reinvigorating The New Asian-African Strategic Partnership (NAASP) juga cukup memakan waktu. NAASP sendiri pertama kali dideklarasikan pada KTT Asia Afrika pada 2005 lalu. Dokumen kali ini merupakan pembaruan dari NAASP sebelumnya.

"Ini refreshment dari NAASP 2005. Sebenarnya ini adalah langkah konkret dari Bandung Message, seperti mekanisme kegiatan yang perlu dilakukan, metode pelatihan, pertukaran tenaga expert, dan mekanisme-mekanisme lain," tutur Purnomo.

Sembilan puluh persen

Kendati menghadapi banyak rintangan, para perwakilan negara di New York akhirnya berhasil merampungkan 90 persen ketiga dokumen tersebut.

"Jadi, nanti pada saat Special Official Meeting pada tanggal 19 (April) sudah tinggal fine tuning oleh para kepala negara," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Arrmanatha Christiawan Nasir.

Konferensi Asia Afrika sendiri akan dihelat pada 19-24 April. Pertemuan tingkat pejabat tinggi sendiri akan diselenggarakan di Jakarta pada 22-23 April. Pada, 24 April seluruh perwakilan negara akan menuju ke Bandung untuk melakukan prosesi napak tilas KAA.

Konferensi Asia Afrika pertama kali diselenggarakan pada 18-24 April 1955 Gedung Merdeka, Bandung. Pertemuan ini diadakan dengan tujuan mempromosikan kerja sama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, dan negara imperialis lainnya. (den/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER