Brebes, CNN Indonesia -- Air mata dan histeria mewarnai kediaman Karni binti Medi Tarsim di Brebes, Jawa Tengah, saat mereka keluarganya diberitahu bahwa TKI di Arab Saudi itu telah dieksekusi mati. Karni, dihukum pancung pada Kamis (16/4) karena membunuh balita anak majikannya dengan keji.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia (PWI-BHI) Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, dalam pernyataannya mengatakan informasi eksekusi Karni disampaikan langsung pada keluarganya di Brebes oleh diplomat Muhammad Sadri yang mengawal kasus ini.
Karni adalah satu dari dua WNI yang yang sejak akhir tahun 2014 dinilai Kemlu sudah berada dalam status kritis. Sebelumnya Saudi melaksanakan hukum pancung terhadap Siti Zaenab, pelaku pembunuhan istri majikannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iqbal mengatakan, ibu dan kakak Karni histeris. Sementara ayah Karni, Medi Tarsim, dan suaminya, Darpin, tidak mampu berkata-kata, hanya menahan sedih. Keduanya mengaku pasrah dan ikhlas.
“Saya kaget dan syok mendengar kabar ini dari Pak Sadri, Kemlu. Tapi meskipun saya sedih, saya sudah ikhlas menerima kenyataan ini," ujar Darpin yang sudah dua kali menjenguk istrinya di penjara Saudi.
Sadri sudah menangani kasus Karni sejak 27 September 2012, sehari setelah Karni melakukan pembunuhan secara keji terhadap Talla, anak majikannya yang baru berusia empat tahun. Ketika itu Sadri masih menjadi Pejabat Konsuler di KJRI Jeddah, Saudi Arabia.
Pada 2014, Sadri kembali ke Indonesia dan ditugaskan di Direktorat Perlindungan WNI dan BHI, Kemlu. Disitu Sadri melanjutkan tugasnya menangani berbagai kasus WNI di Arab Saudi, termasuk kasus Karni. Dia secara rutin berkomunikasi dengan keluarga Karni guna menyampaikan tahapan-tahapan penanganan kasus ini.
Sesuai permintaan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Sadri dalam waktu dekat akan mendampingi keluarga Karni untuk menziarahi makamnya di Arab Saudi.
Karni akhirnya dieksekusi setelah tidak juga mendapatkan pemaafan dari orang tua korban. Surat dari Presiden Joko Widodo dan pemerintah Indonesia tidak sanggup membebaskannya dari ancaman pedang algojo.
Raja Saudi juga tidak berdaya mencegahnya karena ini adalah hukum qishash. Apalagi desakan publik di Saudi, khususnya dari orang tua korban semakin kuat untuk menyegerakan eksekusi, mengingat karni melakukan pembunuhan yang sadis.
Iqbal mengatakan saat ini terdapat 38 WNI di Arab Saudi yang terancam hukuman mati. Jenis tindak pidana yang menyebabkan ancaman hukuman mati tersebut paling banyak adalah karena perbuatan zina serta sihir dan selebihnya adalah pembunuhan.
"Dari jumlah tersebut, sejak akhir tahun lalu hanya dua WNI yang sudah memasuki periode kritis karena meskipun vonis telah dijatuhkan dan penundaan eksekusi telah diberikan Raja selama hampir dua tahun, namun tanda-tanda pemaafan tak kunjung datang dari ahli waris/keluarga korban," tulis Iqbal.
(den)