Jakarta, CNN Indonesia -- Dua tahun setelah bangunan pabrik garmen di Rana Plaza runtuh, para buruh pabrik garmen di Bangladesh tetap mendapat banyak eksploitasi yang membahayakan keselamatan nyawa mereka, seperti yang dilaporkan oleh Humans Rights Watch (HRW) pada Rabu (22/4).
Meski telah banyak pemilik merk fesyen internasional yang meningkatkan keselamatan para buruh pabrik garmennya, namun nyatanya jutaan buruh masih mendapat diskriminasi dari pemilik pabrik.
"Saat ini nyawa para buruh garmen tetap terancam. Setiap hari mereka harus bekerja di pabrik yang tidak layak. Mereka juga tidak boleh membentuk serikat buruh," kata perwakilan HRW Asia, Phil Robertson, dalam pernyataan resminya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun pemerintah Bangladesh membantah penyataan tersebut. Menteri Ketenagakerjaan Mikail Shipar mengatakan kalau pihaknya tidak pernah melarang buruh di negaranya membentuk serikat buruh.
Saat ini dikatakan sudah ada 300 serikat yang terbentuk.
"Jika kami menerima laporan tersebut, tentu saja kami akan menindak oknumnya," kata Shipar.
Pemerintah Bangladesh telah menerima ratusan laporan yang mempersoalkan hak-hak buruh.
Runtuhnya bangunan pabrik garmen di Rana Plaza pada 24 April 2013 telah membunuh sekitar 1.100 buruh. Sejak saat itu keselamatan buruh dinomor satukan oleh pemilik merk fesyen internasional yang menitipkan produksi barangnya di sana.
Industri garmen di Bangladesh bernilai US$24 miliar. Dengan lebih dari empat juta buruh--yang sebagian besar wanita--Bangladesh menyokong 80 persen kebutuhan garmen merek fesyen dunia.
Sekitar 3.500 pabrik garmen beroperasi di sana. Baru skeitar 2.000 pabrik diinspeksi keamanannya.
Sebelum bangunan Rana Plaza runtuh, para buruh yang selamat pernah mengatakan kepada pemilik pabrik kalau bangunannya sudah tidak layak. Tapi pemilik pabrik tidak menghiraukannya.
Tidak hanya soal keselamatan gedung. Mereka yang dinilai terlalu banyak protes, juga kadang dipukuli oleh orang suruhan pemilik pabrik.
Oleh karena itu serikat buruh sangat diperlukan dalam situasi seperti ini.
Para keluarga korban runtuhnya bangunan mendapat sumbangan dengan total sebesar US$6 juta dari para pemilik merk fesyen internasional.
Tapi dikatakan para aktivis buruh, nilai tersebut sangatlah tidak sebanding total penjualan harga baju yang diproduksi buruh semalam suntuk.
(ard/ard)