Biarawati Ungkap Penyesalan Pelaku Bom Boston

Eky Wahyudi/Reuters | CNN Indonesia
Selasa, 12 Mei 2015 15:31 WIB
Seorang biarawati memberi kesaksian dan mengungkap penyesalan pelaku bom Boston yang terancam hukuman mati.
Seorang biarawati memberi kesaksian dan mengungkap penyesalan pelaku bom Boston yang terancam hukuman mati. (Reuters//FBI/Handout/Files)
Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang biarawati memberikan kesaksian pada pengadilan pelaku bom Boston, Dzhokhar Tsarnaev yang terancam hukuman mati, pada Senin (11/5).

Helen Prejean, 76, seorang biarawati Katolik Roma, mengaku bertemu dengan Tsarnaev sebanyak lima kali tahun lalu, sesuai dengan permintaan pengacara pembela. Menurut Prejean, Tsarnaev menyesali apa yang telah ia lakukan.

“Dia mengatakan dengan tegas, dia berkata tidak ada yang pantas menderita seperti yang mereka (para korban) alami. Saya memiliki alasan untuk berpikir bahwa ia mencerna semuanya dan ia benar-benar menyesal atas apa yang ia lakukan,” kata Prejean. Prejean adalah biarawati yang terkenal menentang hukuman mati dan masuk nominasi Nobel Perdamaian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bulan lalu, juri memutus Tsarnaev, 21, bersalah atas pembunuhan tiga orang dan melukai 264 lainnya pada pengeboman saat Boston Marathon 15 April 2013.

Akhir pekan ini juri akan mulai merundingkan apakah akan menghukum mati Tsarnaev dengan suntik mati atau penjara seumur hidup tanpa kemungkinan bebas.

Sejak kesaksian di pengadilan Federal Boston pada awal Maret dimulai, juri telah mendengar sekitar 150 saksi, termasuk orang tua yang kehilangan anak dalam serangan itu, korban yang telah kehilangan anggota badan serta kerabat Tsarnaev dari Rusia yang mengingat pria itu sebagai bocah kecil yang penuh kasih sayang.

Sementara pengacara Tsarnaev berpendapat bahwa kliennya adalah  pemain kedua dalam skema yang dibuat oleh saudara tua Tsarnaev yang berusia 26 tahun.

Tamerlan Tsarnaev sendiri meninggal pada 19 April 2013, setelah tembak-menembak dengan polisi saat Dzhokhar secara tidak sengaja menabraknya dengan kendaraan curian saat ia melesat pergi dari tempat kejadian. Beberapa jam sebelumnya, pasangan tersebut telah menembak mati seorang polisi universitas ketika mereka ingin untuk melarikan diri dari Boston.

Kontoversi

Hukuman mati tidak populer di Boston. UU negara bagian itu tidak menerapkan hukuman mati sedang jajak pendapat menunjukkan warga Boston lebih memilih ia dihukum penjara seumur hidup.

Dua keluarga korban secara terbuka mendesak jaksa membatalkan keputusan mereka untuk eksekusi, dan jaksa pembela berargumen bahwa hukuman seumur hidup akan membuat ia hilang dari sorotan publik lebih cepat dari hukuman mati.

Prejean, menggambarkan saat pertama ia bertemu dengan Tsarnaev.

"Saya masuk ke ruangan dan saya memandang wajahnya dan saya ingat, 'Ya Tuhan, dia begitu muda’," kata Prejean. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER