Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Mohammad Fachir membantah kabar soal penahanan 10 warga negara Indonesia oleh pemerintah Turki pada Selasa (2/3). Fachir menekankan bahwa para WNI tersebut hanya dimintai keterangan, bukan ditahan.
"Mereka tidak ditahan tapi dimintai keterangan. Mereka tinggal di hotel dan tidak ditahan," ujar Fachir saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (3/6).
Fachir menuturkan, kesepuluh WNI tersebut hendak terbang ke Provinsi Hattay, bersama Forum Indonesia Peduli Syam, FIPS, untuk memberikan bantuan kepada pengungsi Suriah yang berada di Hattay. Namun, mereka dipaksa turun dari pesawat Turkish Airlines, untuk dimintai keterangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fachir juga memastikan bahwa para WNI tidak terkait dengan kelompok militan ISIS, seperti yang ramai dikabarkan.
"Mereka tidak terlibat dengan ISIS. Belum ada kerja sama kami dengan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme)," kata Fachir.
Dalam kesempatan tersebut Fachir juga membantah bahwa Kemenlu kurang sigap dalam menangani kejadian ini, dan menyatakan bahwa Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Istanbul terus membangun komunikasi dengan Kemenlu di Jakarta.
Fachir menyatakan bahwa sesuai rencana para WNI tersebut akan terbang ke Jakarta pada hari ini, Rabu (3/6).
Rombongan FIPS tiba di Istanbul pada Kamis (28/5) pekan lalu. Selain memberikan bantuan kemanusian untuk pengungsi Suriah, mereka juga berdialog dengan ulama dari negara yang tengah dilanda pertempuran melawan ISIS itu.
Di Istanbul, para WNI juga sempat menghadiri peringatan lima tahun tragedi penyerangan terhadap Kapal Mavi Marmara, kapal pembawa bantuan dari berbagai negara untuk warga Palestina yang ditenggelamkan angkatan bersenjata Israel tahun 2010 silam.
Sepuluh WNI tersebut terdiri dari empat orang panitia FIPS, tiga tokoh organisasi Indonesia, dan tiga wartawan, termasuk wartawan Detik.com.
Mengutip Detik.com, para WNI dipaksa turun dari pesawat Turkish Airlines berdasarkan laporan seorang penumpang di dalam pesawat yang mengaku mendengar para WNI membicarakan ISIS.
Penumpang dimaksud seorang perempuan yang duduk di bangku 20A, Necmiye Ozbek. Menurut Necmiye, dirinya fasih bahasa Arab dan mendengar WNI di dalam pesawat akan masuk ISIS. Perempuan itu lalu melaporkan ke kru pesawat, diteruskan ke pilot dan pilot melapor ke kepolisian.
Atas laporan itu, kepolisian kontra terorisme datang dan meminta 10 WNI turun dari pesawat. Mereka lalu dibawa ke kantor kepolisian kontra terorisme di bandara. Di kantor kepolisian itu turut diundang jaksa Turki.
Namun, jaksa itu kemudian menyatakan bahwa kegiatan para WNI ke Hatay tidak berhubungan sama sekali dengan ISIS, sehingga mereka pun akhirnya dibebaskan.
(ama/stu)