N’Djamena, CNN Indonesia -- Pemerintah Chad melarang pemakaian Burqa atau cadar dan semua penutup wajah, menyusul serangan mematikan Boko Haram yang menewaskan puluhan orang pekan ini.
Seperti diberitakan Reuters, perintah larangan mengenakan cadar disampaikan langsung oleh Perdana Menteri Kalzeuber Pahimi Deubet yang mengatakan bahwa pakaian ini bisa digunakan teroris untuk "menyamar".
"Mengenakan burqa harus dihentikan secepatnya mulai hari ini, tidak hanya di tempat publik dan sekolah tapi di seluruh negeri," kata Deubet dalam pidatonya sehari sebelum Ramadhan, Rabu (17/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak hanya cadar keagamaan, setiap bentuk penutup wajah yang hanya memperlihatkan mata juga dianggap sebagai alat penyamaran dan dilarang. Padahal, mengenakan penutup wajah jamak dilakukan warga di negara yang kering dan berdebu itu.
"Bahkan burqa yang dijual di pasar akan ditarik," kata Deubet yang telah melakukan pertemuan dengan para pemuka agama sebelum menetapkan larangan tersebut.
Keputusan ini diambil tepat di hari ditangkapnya lima orang yang diduga tersangka pengeboman berantai di kota N’Djamena awal pekan ini yang menewaskan 34 orang.
Pengeboman yang terjadi tepat di depan markas dan akademi polisi itu adalah serangan mematikan pertama yang terjadi di ibukota Chad. Pemerintah menuduh militan Boko Haram asal Nigeria berada di balik penyerangan tersebut.
Boko Haram diduga membalas dendam atas peran Chad membantu Nigeria dalam memberantas kelompok bersenjata tersebut. N’Djamena adalah pusat komando pasukan Afrika dari Nigeria, Niger, Kamerun dan Benin dalam memerangi Boko Haram.
Menurut data CIA Factbook, sekitar 53 persen populasi Chad adalah Muslim. Sebelumnya, Kongo juga melarang penggunaan cadar dengan alasan yang sama, yaitu membendung ekstremisme.
(stu)