Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah toko di ibu kota Korea Selatan yang khusus menjual barang-barang yang dibuat di Korea Utara mendapatkan keuntungan hampir US$140 ribu atau sekitar Rp1,8 miliar hanya dalam waktu tiga bulan. Hal ini menghilangkan anggapan bahwa produk dari negara miskin selalu berkualitas rendah dan tidak diinginkan.
Toko Kompleks Industri Kaesong dibuka sejak Mei lalu dan menjual barang-barang yang dibuat oleh pekerja Korea Utara yang terampil. Toko ini seakan menempatkan Korea Utara sebagai mitra bisnis yang layak untuk Korea Selatan yang terbilang lebih makmur.
"Karyawan Korea Utara masih muda dan belajar dengan cepat, dan kami menggunakan bahan dari Selatan. Jadi kualitas (produk) sama baiknya dengan produk merek Korea Selatan, dengan harga yang relatif lebih rendah," kata wakil presiden toko tersebut, Lee Joung-duk, dikutip dari Reuters.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lee merupakan presiden dari Young Inner Foam Corp, salah satu dari 125 perusahaan Korea Selatan yang beroperasi di Kaesong. Zona industri ini didirikan oleh warga Korea Selatan dan utara pada 2003, dan terletak hanya beberapa kilometer sebelah utara dari perbatasan kedua negara. Sebanyak 53 ribu warga Korea Utara bekerja di zona industri ini.
Lee bermitra dengan 11 pemilik perusahaan di Kaesong lainnya, dan berinvestasi sekitar US$17 (Rp229 juta) ribu di masing-masing perusahaan untuk mendirikan toko yang menjual barang-barang produksi Kaesong.
"Kami adalah toko pertama yang menggunakan frasa 'Made in Kaesong'."
Toko besar dengan dua lantai ini merupakan toko pertama dari beberapa gerai toko yang direncanakan untuk menjual pakaian dan kota perhiasan di pusat kota Seoul.
Bisnis barang-barang Korea Utara ini laku dengan cepat, dengan rata-rata penjualan mencapai sekitar US$1.700 (Rp22,9 juta) per hari dan lebih dari 200 pengunjung setiap hari.
Lee Ae-ran, seorang pembelot dari Korea Utara yang membuka rumah makan ala Korea Utara di dekat toko tersebut, menyambut baik gagasan untuk mengubah sikap warga Korea Selatan terhadap tenaga kerja Korea Utara.
"Banyak warga Korea Selatan menganggap produk Korea Utara berkualitas buruk karena negara ini tidak makmur," kata Lee.
Sementara Yang Sang-cheol, seorang sopir taksi yang tengah memparkir taksinya di luar toko, menyatakan dia tertarik membeli barang untuk menantunya.
"Kita harus tahu lebih banyak dibanding selalu mengkritik dan bersaing satu sama lain," katanya tentang kedua negara Korea.
(ama/stu)