Jakarta, CNN Indonesia -- Bakal calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump, dikenal kerap mengeluarkan pernyataan kontroversial.
Sejak awal mencalonkan diri sebagai kandidat dari Partai Republik, ia kerap melontarkan komentar keras terkait persoalan imigran, hingga akhirnya ia sulit menggaet suara dari kelompok minoritas.
Namun ia mendapat sorotan dari media dan publik Indonesia akhir-akhir ini, karena kunjungan Ketua dan Wakil Ketua DPR, Setya Novanto dan Fadli Zon, dalam acara konferensi pers di di Trump Tower, New York City, pada Kamis (3/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, misalnya, menyoroti buruknya langkah para pimpinan DPR itu karena dianggap merugikan umat Islam Indonesia, sebab kubu Trump dikenal lebih “keras” terhadap dunia Islam ketimbang kubu Demokrat. (Baca:
PBNU: Kubu Trump Lebih Lebih Keras terhadap Dunia Islam)
Namun sebelum ia mencalonkan diri beberapa tahun lalu, Donald Trump secara pribadi memang pernah mengeluarkan pernyataan soal “permasalahan dengan umat Muslim."
Pada 2010, Trump pernah ingin
menghentikan rencana pembangunan masjid dan pusat komunitas Islam di Ground Zero, lokasi gedung World Trade Center yang diserang Al-Qaidah pada 11 September 2001 lalu.
Pengusaha
real estate itu menyatakan penolakannya dengan menawarkan untuk membeli lokasi itu seharga US$6 miliar, 25 persen lebih tinggi dari harga yang dibayarkan oleh pengembang sebesar US$4,8 miliar.
Dikutip dari
The Political Insider, Trump pada 2011 silam juga pernah diwawacarai mengenai pandangannya terkait Islam. Ketika itu, David Brody dari
CBN menanyakan apakah ada persoalan serius dengan umat Muslim.
“Tentu saja, ya…. Saya katakan, saya tidak melihat orang Swedia yang menghancurkan World Trade Center,” ujar Trump.
“Banyak, banyak, mayoritas umat Muslim sangat baik, namun apakah ada persoalan Muslim? Lihat apa yang terjadi saat ini. Lihat apa yang terjadi di sini, di kota saya, dengan World Trade Center dan banyak tempat lain,” lanjutnya.
Namun, meski kerap menyudutkan Muslim, Trump juga
mengkritik penyelenggaraan kontes mengambar kartun Nabi yang diinisiasi oleh aktivis anti-Islam, Pamella Geller. Pameran pada 3 Mei 2015 itu berujung pada aksi dua orang pelaku yang melepaskan tembakan ke arah polisi, namun akhirnya polisi menembak mati mereka.
Menanggapi insiden itu, Trump mengatakan lewat akun Twitter-nya bahwa ia mendukung kebebasan berbicara, namun memprovokasi orang lain adalah tindakan “bodoh.”
“Amerika Serikat sudah punya banyak masalah tanpa pencari publisitas yang secara terbuka mengejek agama dengan tujuan untuk memprovokasi serangan dan kematian,” kata Trump di Twitter-nya pada 5 Mei lalu.
“Sangat menyedihkan penembakan itu terjadi, namun mengapa mereka menggambar Muhammad? Tidak adakah hal lain yang bisa mereka gambar?” kata Trump pada sebuah wawancara di Fox News.
(stu)