Jakarta, CNN Indonesia -- Hari ini, Jumat (11/9), Singapura bersiap mengadakan pemilihan umum. Meskipun kelompok berkuasa selama lima dekade, Partai Aksi Rakyat (PAP), diperkirakan akan terus menancapkan benderanya, pemilu kali ini dianggap yang paling kompetitif sepanjang sejarah.
Untuk pertama kalinya sejak merdeka dari penjajahan Inggris pada 1965, partai penguasa di Singapura bertarung melawan delapan partai lain untuk merebut suara dari 29 divisi pemilihan demi 89 kursi parlemen.
Dalam pemilu sebelumnya pada 2011, dari tujuh partai pesaing, hanya Partai Pekerja yang mampu menduduki enam kursi parlemen, sisanya ditempati PAP. Kini, Singapura bersiap menghadapi pemilu paling kompetitif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Singapura pun mengawali bulan ini dengan ketegangan. Selama sembilan hari, sembilan partai kandidat pemimpin berkampanye.
Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, yang mewarisi kekuasaan dari ayahnya, Lee Kuan Yew, sejak 2004 lalu diperkirakan masih terus menguasai tampuk pemerintahan. Meskipun bendera PAP diperkirakan masih terus berkibar tinggi, tapi Lee kini menghadapi tantangan baru.
Saat pemilu terakhir, PAP hanya mampu merengkuh suara 60 persen, pencapaian terburuk sepanjang sejarah. Seorang analis politik dari Singapore Management University, Eugene Tan, menganggap kekuatan cengkeraman PAP dalam pemilu kali ini akan menentukan sistem politik Singapura ke depan.
"Saya pikir, rakyat Singapura akan mengapresiasi sistem pemerintahan yang baik yang datang dari kekuasaan PAP sejak 56 tahun lalu, tapi saya pikir, mereka juga memerhatikan kerentanan yang ada dalam sistem satu partai dominan," ujar Tan seperti dikutip
CNN.
Pemilu 2011 pun dianggap sebagai sebagai langkah awal majunya partai-partai oposisi Singapura di dalam parlemen.
"Hilang sudah hari-hari era 1990-an, di mana partai-partai oposisi membiarkan pemerintahan kembali menjadi nominasi tak tertandingi. Rakyat tak lagi menerima legitimasi PAP sebagai kebenaran mutlak," kata ahli sejarah Asia Tengagara dari University of Woollongong, Jason Lim.
Menurut Tan, kesuksesan partai-partai oposisi ini merupakan awal dari kemenangan besar.
"Terobosan yang dilakukan oposisi dalam pemilu terakhir menunjukkan bahwa rakyat Singapura sudah siap menyediakan tempat bagi partai-partai oposisi sehingga membuat mereka dapat merekrut lebih banyak kandidat dan anggota yang berpengalaman," katanya.
Tumbuhnya kekecewaan rakyatPergeseran suara rakyat ini juga merupakan buah dari kekecewaan mereka terhadap performa PAP pada 2011, termasuk soal tingginya biaya hidup dan tingkat imigrasi. Segala masalah tersebut hingga kini masih menjadi momok penting bagi masyarakat.
Sebuah jajak pendapat yang digagas Blackbox menunjukkan bahwa kepuasan masyarakat terhadap pemerintah hanya mencapai 42 persen dalam ranah biaya hidup, 53 persen dalam masalah keterjangkauan perumahan, dan 57 persen dalam transportasi publik.
Perekonomian Singapura juga mulai memasuki tahap stagnan. Sebuah survei pada pekan ini menunjukkan, perekonomian 2015 hanya tumbuh 2,2 persen, di bawah prediksi sebelumnya yang bisa mencapai 2-4 persen.
Meskipun masalah ekonomi juga menjadi sorotan, Tan berpendapat reformasi sistem politik masih menjadi hal paling penting bagi masyarakat Singapura.
"Saya pikir, masalah kunci bagi para pemilih adalah isu-isu seperti imigrasi, biaya hidup, keterjangkauan perumahan, pensiunan, infrastruktur publik, semuanya benar-benar merupakan pertanyaan bagaimana sistem politik Singapura seharusnya berubah," ucap Tan.
Kekuatan Media SosialSegala masalah ini dapat mengemuka berkat kehadiran jejaring sosial yang layaknya mimbar pertarungan diskusi kebijakan antara partai berkuasa, oposisi, dan masyarakat.
Menurut Tan, media sosial mengubah total lanskap pemilu di Singapura. Sementara oposisi sibuk menjaring perhatian rakyat, PAP justru kelimpungan membungkam para blogger dan menutup laman resmi para pesaing politik.
"Regulasi media bekerja untuk PAP di masa lalu, ketika media cetak dan penyiaran masih berjaya. Namun, media sosial lebih sulit diregulasi dan lebih baik jika pemerintah menyentuh masyarakat dengan ikut serta dalam jejaring sosial ketimbang melarang semuanya," tutur Lim.
Warisan Lee Kuan YewDi samping segala perubahan fundamental ini, kematian bapak bangsa Singapura, Lee Kuan Yew, juga menjadi isu signifikan dalam pemilu.
Bagaimanapun, pendekatan pro-bisnis dan anti-korupsi dalam pemerintahan yang diusung oleh Lee telah mentransformasi Singapura dari sekadar pecahan Malaysia menjadi negara makmur hingga hari ini.
Namun, meskipun kontrol kebebasan berpendapat yang sudah menjadi warisan turun-temurun dalam pemilu Singapura masih mungkin membuat PAP menang tahun ini, masa depan kini ada di tangan rakyat.
"PAP mencoba membangun warisan Lee Kuan Yew, tapi seiring berjalannya waktu, akan ada generasi Singapura yang tumbuh dengan sama sekali tidak mengetahui siapa Lee Kuan Yew, di luar dari informasi buku sejarah," kata Lim.
(stu)