Jakarta, CNN Indonesia -- Duta Besar Rusia untuk Malaysia, Valery Yermolov menyatakan pada Kamis (15/10) bahwa Rusia telah mengajukan banding ke organisasi penerbangan sipil internasional, atau ICAO, untuk mendesak penyelidikan baru terkait insiden jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17.
Langkah ini dilakukan pasca Badan Keselamatan Belanda merilis hasil investigasinya soal insiden itu pada Selasa (13/10) yang dinilai bias.
Dilaporkan Reuters, Yermolov menegaskan kembali komitmen Moskow untuk bekerja dengan Kuala Lumpur agar dalang dibalik jatuhnya pesawat yang membawa 298 penumpang dan awak pesawat itu dalam diadili.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, pada konferensi pers di ibu kota Malaysia, Yermolov menyatakan bahwa penyelidikan yang dilakukan Rusia mengungkapkan bahwa rudal BUK yang dituduh Badan Keselamatan Belanda menyebabkan jatuhnya pesawat sudah dinonaktifkan sejak tahun 2011.
Yermolov juga mengklaim bahwa Ukraina memiliki 520 rudal BUK kadaluarsa semacam ini.
Yermolov melanjutkan baha terdapat perbedaan dalam tanda pecahan peluru yang tertinggal di pesawat. Selain itu, wilayah di mana rudal itu diperkirakan ditembakkan tidak dikendalikan oleh kelompok pemberontak pro-Rusia.
Yermolov menyatakan bahwa Zaroschenskoye di wilayah Ukraina timur diduduki oleh angkatan bersenjata Ukraina.
Dalam kesempatan itu, Yermolov juga memaparkan bahwa meskipun Rusia telah memveto pengadilan yang didukung PBB,
Moskow tidak akan menghalangi jika Malaysia atau Ukraina ingin mendirikan pengadilan nasional untuk mengadili sang pelaku.
Namun, lanjut Yermolov, penyelidikan kriminal harus mengungkapkan sang pelaku kejahatan agar Rusia tidak terus dipersalahkan atas insiden ini.
Pemerintah Indonesia menganggap hasil penyelidikan dari Dewan Keamanan Belanda mengenai jatuhnya pesawat MH17 akibat ditembak rudal Buk buatan Rusia belum komprehensif.
Menurut Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Christiawan Nasir, pada Kamis (15/10), penyelidikan tersebut seharusnya dilakukan secara transparan, komprehensif, dan independen.
Tata menambahkan bahwa agar penyelidikan tersebut tercapai, pemerintah Indonesia mendukung terbentuknya Tim Investigasi Bersama, besutan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
(ama)