Yangon, CNN Indonesia -- Pemilu demokratis Myanmar yang pertama dalam 25 tahun digelar pekan lalu pada 8 November. Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan oposisi Myanmar, Aung San Suu Kyi, memenangkan mayoritas kursi parlemen.
Hasil keseluruhan pemilu memang belum diketahui, tapi perhitungan sementara Komisi Pemilihan Umum (UEC) pada Jumat pekan lalu menunjukkan bahwa NLD sudah melewati batas minimal perolehan 329 kursi untuk menjadi mayoritas parlemen.
Bagi rakyat Myanmar yang berpuluh-puluh tahun hidup terkungkung dalam pemerintahan junta militer, pemilu menjadi satu-satunya ajang berpesta demokrasi, pesta di mana rakyat memiliki kuasa untuk memilih perwakilan mereka, yang diharapkan dapat memperjuangkan aspirasi mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Memang tak bisa dinafikkan bahwa setiap warga Myanmar menyadari adanya jatah kursi untuk kubu militer di parlemen, yang tak bisa mereka ganggu gugat.
Meski demikian, di Yangon, kota terbesar dan tersibuk di Myanmar, gegap gempita pemilu perlahan-lahan surut. Kemenangan NLD, partai yang sering disebut “partai rakyat”, dan disambut oleh lebih dari 1.000 pendukungnya dengan berpesta di markas mereka pada hari pertama pasca pemilu, kini tak terdengar lagi keriannya. Pesta rakyat yang dinilai berjalan cukup demokratis oleh para pengamat internasional itu kini telah usai, warga kembali disibukkan oleh rutinitas mereka sembari menunggu pengumuman partai pemenang.
Bagi Win Zaw, 37, seorang tukang becak yang mangkal di salah satu pasar tersibuk di Yangon, harapannya terhadap pemilu yang digelar pekan lalu tak muluk-muluk. Dia hanya ingin wakil rakyat yang memenangi kursi di parlemen dapat mengutamakan kesejahteraan rakyat kecil.
“Ya, pilih partai rakyat, NLD,” katanya ketika ditanya soal partai yang dipiihnya pada pemilu pekan lalu.
Jawaban Win Zaw serupa dengan hampir seluruh warga Yangon yang ditemui oleh CNN Indonesia dan mau terbuka soal partai yang mereka pilih. Pendukung partai NLD memang cenderung berbicara blak-blakan soal pilihan mereka saat pemilu. Sebagian besar tak segan mengutarakan pemujaan terhadap Aung San Suu Kyi, pemimpin partai NLD, yang akrab disebut warga sebagai 'Daw Suu’, atau ‘Ama Suu’.
 Kemenangan partai Liga Nasional untuk Demokrasi, NLD, dan disambut oleh lebih dari 1.000 pendukungnya dengan berpesta di markas mereka pada hari pertama pasca pemilu. (Reuters/Soe Zeya Tun) |
Menggunakan jasa Win Zaw untuk berkeliling pasar Sinminze di bilangan Dagon, Yangon, CNN Indonesia mencoba mencari tahu pandangan Win Zaw soal kehidupan warga di bawah pemerintahan Presiden Thein Sein saat ini. “Harga-harga mahal, gaji pekerja tak cukup untuk biaya hidup,” katanya.
Win Zaw lantas menceritakan perjalanan hidupnya hingga menjadi tukang becak. Bapak satu putri ini memaparkan bahwa sebelum menarik becak, dia bekerja menjadi satpam di sebuah pelabuhan. Namun, pekerjaannya tak menjanjikan upah yang layak. "Cuma dapat 60 ribu kyats (Rp636 ribu) per bulan. Sudah setahun pun, gaji hanya bertambah 20 ribu kyats (Rp212 ribu),” katanya.
Karena tak mencukupi kebutuhannya sehari-hari, Win Zaw memutuskan untuk keluar dan mencoba peruntungan menjadi tukang becak. Soal keputusannya tersebut, Win Zaw memaparkan alasan yang cukup sederhana: tidak ada tetangganya yang tak naik becak untuk berpergian.
“Karena pasti laku, pasti ada yang naik becak di sini,” ujarnya.
Yangon memang dipenuhi becak. Berbagai tipe mobil baru keluaran berbagai negara boleh jadi menguasai jalan-jalan protokol di Yangon, semenjak pemerintah Myanmar membuka keran impor pada 2012 lalu. Namun, keluar sedikit dari jalan protokol, becak menjamur, kemungkinan karena tidak boleh ada angkutan motor atau ojek di kota ini. Becak menjadi moda sarana transportasi warga untuk menyusuri gang-gang sempit yang dikelilingi oleh rumah susun yang terlihat padat dan lusuh, menuju pasar atau kuil Buddha setempat.
Namun menjadi tukang becak ternyata tak semudah yang dia pikirkan. Calon tukang becak harus merogoh kocek 600 ribu kyats atau Rp6,3 juta untuk membeli sebuah becak. Berbeda dengan di Indonesia, becak di Myanmar didesain dengan dua bangku, satu bangku di depan dan satu bangku di belakang, sehingga penumpang yang duduk harus membelakangi penumpang lain.
Karena tak punya uang, Win Zaw kemudian membeli becak tanpa dokumen di pasar gelap, dengan harga 80 ribu kyats, atau Rp849 ribu. "Saya kerja diam-diam. Kalau ketahuan YCDC (Yangon City Development Committee), saya bisa ditangkap, becak bisa diambil dan saya harus bayar denda untuk tebus (becak),” kata Win Zaw sembari menambahkan bahwa semua moda transportasi di Yangon, tak terkecuali becak, harus memiliki dokumen resmi dari pemerintah.
Mulai narik becak sejak pukul 6 pagi hingga pukul 6 sore, pendapatan Win Zaw sedikit bertambah. Per hari, Win Zaw bisa mengantongi 7.000 kyats. Kalau sedang ramai, pendapatannya bisa mencapai 12 ribu kyats. Meski begitu, pendapatan itu tetap tidak cukup untuk kebutuhan keluarganya sehari-hari, sehingga istrinya harus membantunya mencari nafkah dengan berjualan udang di pasar setempat.
Meski berpenghasilan tak seberapa, Win Zaw mengaku tetap bersyukur karena telah memiliki rumah sendiri, tanpa perlu memikirkan uang sewa, di daerah Ahlone, warisan dari orang tuanya.
Ditanya harapannya untuk pemerintahan baru Myanmar, Win Zaw berharap pemerintahan yang baru dapat memperbaiki standar hidup dan upah yang layak untuk warganya. “Saya tidak mau jadi tukang becak selamanya. Kalau NLD menang, saya harap akan semakin banyak lapangan pekerjaan, sehingga saya bisa dapat pekerjaan tetap,” ujarnya berharap.
Rekan-rekannya sesama tukang becak, lanjut Win Zaw, sebagian besar juga memilih NLD. Ada juga segelintir temannya yang memilih partai yang berkuasa, Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan atau USDP, tapi Win Zaw tak habis pikir apa alasan mereka. “Terserah mereka saja, kalau kami maunya tetap NLD,” katanya.
Setelah mengantar saya berkeliling daerah pasar Sinminze hingga sampai tujuan di Pyidaungsu Yeiktha Road, salah satu jalan protokol dengan berjarak sekitar 1 km, Win Zaw kemudian meminta upahnya sebesar 1.500 kyats, atau Rp15 ribu. Ditanya apakah menurutnya NLD akan mampu membawa perubahan untuk Myanmar, Win Zaw menjawab dengan optimistis, "Hanya NLD yang bisa mengubah sesuatu untuk negara ini."
(stu)