Jakarta, CNN Indonesia -- Pintu lift di Hotel Radisson Blue pada Jumat (20/11) tak dapat tertutup karena terlalu banyak orang ketakutan memaksa masuk. Saat berdesakan, seorang koki di hotel tersebut, Ali Yazbek, merasakan timah panas menembus lehernya. Ia tersungkur.
Saat itulah, Yazbek mengetahui ada seseorang yang ingin membunuhnya. Orang itu, kata Yazbek, terlihat masih muda, memakai topi baseball, dan sedang tersenyum.
Yazbek dapat merasakan pria itu berniat menghabisi nyawanya. Namun, ia terlebih dahulu menghampiri orang-orang yang sedang berteriak histeris di dalam lift.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah puas, pria itu melangkah ke arah Yazbek.
"Saya dapat merasakan peluru berdesing di dekat wajah saya. Saya merasakan ia datang ke arah saya. Saya mencoba untuk benar-benar diam dan menahan napas. Saya rasa, itulah yang menyelamatkan saya. Pria itu memegang bibir saya dengan jarinya, memeriksa. Ia lalu pergi. Saya beruntung," tutur Yazbek kepada The Independent.
Yazbek lantas menyeret diri ke sudut ruangan, berbaring di sana sampai berjam-jam. Sambil berbaring, Yazbek memerhatikan kejadian di sekitarnya. Ia mengingat, ada kejadian aneh saat itu.
Baku tembak sempat berhenti dan Yazbek melihat ke arah lift yang digunakan untuk kabur tadi. Lift itu berada di belakang dapur.
"Saya melihat dua orang bersenjata masuk ke dalam dapur, satu berkulit hitam dan yang lain tak terlalu hitam. Mereka bersantai. Salah satu dari mereka mengambil sepotong daging dari lemari pendingin. Saya bertanya-tanya apa yang akan mereka lakukan. Kemudian, saya melihatnya membakar daging itu dan memakannya," kata Yazbek.
Hingga akhirnya personel keamanan Mali, didukung pasukan Perancis dan Amerika Serikat, menyerbu masuk. Yazbek dilarikan ke rumah sakit dan hingga kini masih menjalani perawatan.
Yazbek memang termasuk orang yang beruntung. Dari 170 sandera di dalam hotel tersebut, 21 orang di antaranya tewas, termasuk 13 warga asing.
Tak lama setelah serangan, kelompok militan Al Mourabitoun dan Al Qaeda in Islamic Maghreb (AQIM) mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Namun pada Minggu (22/11), kelompok Massina Liberation Fron (MLF), juga mengaku sebagai dalang di balik insiden tersebut.
Kini, aparat penegak hukum mengaku sudah mengantungi beberapa petunjuk pasti dan akan melakukan penyelidikan lebih dalam.
"Beberapa petunjuk terus kami ikuti. Hotel yang diserang masih terus disisir dengan hati-hati," demikian pernyataan resmi Mali melalui stasiun televisi pemerintah.
Pertumpahan darah di hotel ini merupakan pertanda semakin dalamnya masalah keamanan di Mali.
Sejak 2012, bagian utara Mali dikuasai oleh militan Islam, beberapa di antaranya memiliki hubungan dengan Al-Qaidah. Meskipun sudah dipukul mundur dengan bantuan operasi militer pimpinan Perancis, kekerasan sporadis tetap terjadi.
Pada Maret lalu, satu kelompok Islam mengklaim sebagai dalang di balik serangan yang menewaskan lima orang di sebuah restoran padat pengunjung asing di Bamako.
(den)