Jakarta, CNN Indonesia -- Usai berdiskusi dengan Presiden Myanmar Thein Sein, tokoh oposisi Aung San Suu Kyi pada Rabu (2/12) pagi melanjutkan pembahasan transisi pemerintahan dengan Kepala Militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing pada Rabu sore. Langkah ini dilakukan Suu Kyi setelah partainya Liga Nasional untuk Demokrasi, NLD, memenangi pemilu pada November lalu dan bersiap untuk membentuk pemerintahan.
Dilaporkan Reuters, Suu Kyi dan Min Aung Hlaing berbincang selama satu jam di kantor pusat militer di ibu kota Naypyidaw. Pertemuan itu berlangsung empat mata dan tanpa ada pendamping dari kedua belah pihak.
Baik Suu Kyi maupun Min Aung Hlaing tidak bersedia memberikan rincian soal apa yang mereka bicarakan. Sesaat setelah pertemuan berakhir, sang jenderal hanya manyatakan, "Pembicaraan kami berlangsung sangat baik." Sementara Suu Kyi tidak bersedia memberikan komentar apapun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertemuan Suu Kyi dan pimpinan militer Myanmar dinilai sangat penting. Pasalnya, selama dua dekade, militer Myanmar menjatuhkan hukuman tahanan rumah selama Suu Kyi dan tidak mengakui kemenangan NLD dalam pemilu 1990.
Dengan kemenangan besar NLD dalam pemilu tahun ini dan masih kuatnya pengaruh militer di parlemen Myanmar, kedua belah pihak diharapkan dapat bekerja sama agar transisi pemerintahan akan berjalan lancar
Meski telah memeluk demokrasi, militer tetap mendapatkan jatah 25 persen kursi parlemen, dan memiliki hak veto dalam perumusan perubahan undang-undang. Selain itu, dalam undang-undang yang disahkan pada rezim junta militer, sejumlah sektor kunci, seperti kementerian dalam negeri, kementerian pertahanan dan kementerian perbatasan juga harus dikuasai oleh militer.
Sebelumnya, pertemuan Suu Kyi dengan Presiden Thein Sein di rumah sang presiden digambarkan sebagai pertemuan yang hangat dan terbuka, menurut juru bicara presiden, Ye Htut.
Berlangsung semana sekitar 45 menit, pertemuan keduanya diharapkan menjadi ajang negosiasi atas pembentukan pemerintahan yang baru, dan akan menentukan bagaimana kandidat partai masing-masing dapat bekerja sama di parlemen yang baru.
Pertemuan ini juga dinilai sebagai pertemuan pertama di mana kedua pemimpin partai besar Myanmar ini dapat mengungkapkan pandangan mereka soal pengaruh militer dalam parlemen dan konstitusi.
"Kami membuka saluran komunikasi antara kedua belah pihak," kata Ye Htut.
"Mereka fokus pada pengupayaan transisi pemerintahan yang lancar, damai dan bertanggung jawab. Juga soal kerja sama kedua belah pihak sehingga tidak ada kekhawatiran bagi publik," katanya melanjutkan.
Salah satu hasil yang signifikan dari pertemuan tersebut adalah bahwa kedua pemimpin sepakat untuk membentuk tim transisi, mencoba meringankan proses transisi pemerintahan, yang bisa saja menjadi rumit, karena kandidat NLD belum memiliki pengalaman menjalankan pemerintahan.
(ama)