Pengungsi Anak Suriah Bekerja di Pabrik H&M di Turki

Amanda Puspita Sari | CNN Indonesia
Senin, 01 Feb 2016 16:42 WIB
Sejumlah pengungsi anak Suriah ditemukan bekerja di beberapa pabrik pakaian merek terkenal di Turki, termasuk H&M dan Next.
H&M termasuk perusahaan pakaian terkenal yang mengakui mereka telah mengidentifikasi terdapatnya pekerja anak di pabrik pemasok mereka selama 2015. (Reuters/Denis Sinyakov)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah pengungsi anak Suriah ditemukan bekerja di beberapa pabrik pakaian merek terkenal di Turki, termasuk H&M dan Next. Penemuan ini memicu adanya penyelidikan dari kedua perusahaan pakaian terkenal ini terhadap pabrik-pabrik mereka di berbagai negara.

Dilaporkan The Independent pada Senin (1/2), hingga saat ini hanya H&M dan Next yang mengakui mereka menemukan pekerja anak di pabrik pemasok mereka di Turki. Namun, fenomena ini dikhawatirkan meluas karena sejumlah perusahaan pakaian terkenal lainnya bungkam terkait hal ini.
Turki dan sejumlah negara lainnya, seperti China, Kamboja dan Bangladesh, adalah produsen terbesar untuk berbagai perusahaan pakaian terkenal asal Inggris, mencakup merek Topshop, Burberry, Marks & Spencer dan Asos.

Turki juga negara yang menampung pengungsi terbesar, dengan menerima lebih dari 2,5 juta warga Suriah yang melarikan diri sejak konflik meletus pada 2011.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Laporan dari organisasi non-profit yang memantau etika perusahaan, Business and Human Rights Resource Centre (BHRRC), memperingatkan bahwa hanya sedikit perusahaan pakaian terkenal yang memastikan bahwa para pengungsi tidak "melarikan diri dari konflik menuju kondisi kerja yang eksploitatif."
Ankara memang dipuji karena menerapkan kebijakan "pintu terbuka" terhadap pengungsi Suriah. Namun, baru belakangan ini pemerintah Turki mengumumkan akan memberikan hak bagi para imigran untuk bekerja, setelah mencapai kesepakatan dengan Uni Eropa, sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi arus imigran yang membanjiri Eropa.

Ratusan ribu pengungsi dewasa Suriah di Turki bekerja dengan upah yang rendah, jauh di bawah upah minimum sebesar 1.300 lira Turki (Rp5,9 juta) per bulan. Banyak pengungsi anak-anak dipekerjakan sebagai tenaga kerja murah di berbagai peternakan dan pabrik.

Praktik ini melanggar hukum Turki dan hukum internasional, yang melarang anak-anak yang berusia di bawah 12 tahun untuk bekerja. Sementara, remaja berusia 13 dan 14 tahun dilarang bekerja, kecuali melakukan pekerjaan ringan.

Dalam upaya untuk mengukur skala permasalahan ini, BHRRC pada bulan lalu menanyai 28 perusahaan pakaian terkenal terkait pemasok mereka di Turki dan strategi mereka untuk memerangi praktik eksploitasi pengungsi dewasa dan anak Suriah.
Namun, hanya H&M dan Next yang mengakui mereka telah mengidentifikasi terdapatnya pekerja anak di pabrik pemasok mereka selama 2015. Kedua perusahaan itu menyatakan telah mengambil tindakan untuk mengembalikan sejumlah pengungsi anak tersebut, membantu keluarga sang anak dan mengupayakan akses pendidikan. Kedua perusahaan ini tidak mengungkapkan jumlah pekerja anak dan kisaran usia mereka.

Sejumlah merek lainnya, seperti Primark dan C&A mengaku mereka mengidentifikasikan sejumlah pengungsi dewasa Suriah bekerja di pabrik pemasok mereka. Sementara Adidas, Burberry, Nike, dan Puma menyatakan mereka tidak menemukan pengungsi Suriah yang memiliki dokumen lengkap bekerja dalam rantai pasokan mereka. Klaim yang sama juga diutarakan oleh Arcadia Group, perusahaan pemilik merek Topshop, Dorothy Perkins dan Burton Menswear.

sejumlah merek pakaian lain, termasuk M&S, Asos, Debenhams dan Superdry menolak menjawab ketika ditanya soal apakah ada pengungsi Suriah yang bekerja di pabrik pemasok mereka. Sementara 10 perusahaan lainnya, termasuk GAP, New Look dan River Island bungkam soal hal ini. (ama/den)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER