Jakarta, CNN Indonesia -- Terdapat 99 tuduhan eksploitasi dan pelecehan seksual yang diajukan terhadap staf di berbagai lembaga PBB sepanjang tahun 2015. Jumlah ini merupakan peningkatan yang signifikan dibandingkan tuduhan pada 2014 lalu yang berjumlah 80 kasus.
Dilaporkan
Reuters pada Jumat (4/3), tuduhan yang termuat dalam laporan PBB itu menyebutkan bahwa sebanyak 69 tuduhan pelecehan pada 2015 melibatkan personel PBB yang bertugas di 10 misi penjaga perdamaian PBB.
Sebagian besar di antaranya merupakan personel militer dan polisi yang dituduh melakukan kejahatan seksual saat bertugas untuk PBB di 21 negara, utamanya di wilayah Afrika.
Laporan yang dirilis oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon ini tidak mengidentifikasi kebangsaan dari 30 staf PBB yang dituduh melakukan pelecehan atau eksploitasi seksual namun tidak bekerja untuk misi penjaga perdamaian PBB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salinan laporan yang diperoleh
Reuters itu disusun menyusul kebijakan baru di lingkungan misi penjaga perdamaian PBB yang disebut "name and shame" untuk mempublikasikan nama seseorang, kelompok, perusahaan maupun pemerintahan yang telah melakukan kejahatan.
Kebijakana ini diterapkan setelah mencuatnya serangkaian tuduhan pemerkosaan dan pelecehan seksual oleh tentara internasional di Republik Afrika Tengah.
Sebagian tuduhan melibatkan tentara penjaga perdamaian dari Republik Demokratik Kongo, tujuh di antaranya menjabat di Republik Afrika Tengah. Terdapat juga sejumlah tuduhan terhadap beberapa negara Eropa dan Kanada.
Selain itu, tuduhan juga diajukan terhadap tentara dan polisi dari Burundi, Jerman, Ghana, Senegal, Madagaskar, Rwanda, Republik Kongo, Burkina Faso, Kamerun, Tanzania, Slovakia, Niger, Moldova, Togo, Afrika Selatan, Maroko, Benin, Nigeria dan Gabon.
Selain di Republik Afrika Tengah, tuduhan pelecehan seksual juga melibatkan personel misi penjaga perdamaian PBB di Haiti, Mali, Republik Demokratik Kongo dan Pantai Gading.
Laporan ini juga merekomendasikan negara-negara anggota PBB untuk mempermudah mengidentifikasi dan mengadili tersangka pelecehan seksual.
Laporan ini juga menyerukan Majelis Umum PBB dan tentara dari sejumlah negara yang berkontribusi dalam misi PBB untuk memungkinkan digelarnya pengadilan di negara di mana dugaan kejahatan berlangsung. Laporan ini juga menyerukan pendaftaran DNA bagi semua pasukan penjaga perdamaian.
Salah satu masalah yang menghambat pengadilan pelaku pelecehan seksual, menurut sejumlah kelompok HAM, adalah hingga saat ini keputusan untuk mengadili tentara yang melakukan kejahatan berada di tangan masing-masing negara asal.
Ketika penuntutan diajukan, negara-negara tersebut biasanya menindaklanjuti hasil dan hukuman secara diam-diam.
Desember lalu, sebuah panel peninjau independen menuduh PBB dan lembaga-lembaganya melakukan kesalahan dalam menangani berbagai tuduhan pelecehan seksual anak oleh pasukan asing di Republik Afrika Tengah pada 2013 dan 2014.
(ama)