Jakarta, CNN Indonesia -- Perdana Menteri Suriah, Wael al-Halaki mengungkapkan bahwa militer Suriah dan angkatan udara Rusia tengah mempersiapkan operasi gabungan untuk mengambil alih Aleppo dari kelompok pemberontak. Operasi gabungan ini dilakukan menyusul laporan meningkatnya ketegangan di negara ini, yang kemungkinan berujung kepada berakhirnya gencatan senjata.
Meskipun Perwakilan PBB Staffan de Mistura dijawalkan akan tiba di Damaskus dalam waktu dekat untuk berupaya mempercepat upaya diplomatik, gencatan senjata yang disepakati Rusia dan Amerika Serikat terancam berakhir dengan pertempuran pemerintah dengan pasukan pemberontak di dekat Aleppo.
Gencatan senjata mulai berlaku pada Februari lalu dengan tujuan membuka jalan bagi dimulainya kembali pembicaraan untuk mengakhiri perang Suriah yang telah berlangsung selama lima tahun. Namun, pelanggaran gencatan senjata kerap terjadi, dengan masing-masing pihak yang bertikai saling menyalahkan.
Halaki menyatakan kepada anggota parlemen Rusia yang tengah berkunjung bahwa mereka bersiap "membebaskan" Aleppo, kota terbesar di Suriah dan pusat komersial sebelum konflik meletus pada 2011 lalu. Aleppo terbagi menjadi kawasan yang dikendalikan secara terpisah oleh pemerintah dan oposisi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami, bersama-sama dengan mitra Rusia kami, sedang mempersiapkan untuk operasi untuk membebaskan Aleppo dan untuk memblokir semua kelompok bersenjata ilegal yang belum bergabung atau telah melanggar kesepakatan gencatan senjata," kata Halaki kepada kantor berita Tass.
Dmitry Sablin, anggota dari majelis tinggi Rusia parlemen dan anggota delegasi, menyatakan kepada kantor berita RIA bahwa, "angkatan udara Rusia akan membantu tentara Suriah yang beroperasi di lapangan dengan ofensif."
Bantuan serangan udara Rusia ke Suriah tahun lalu membantu Suriah mengebom sejumlah kelompok pemberontak yang didukung oleh sejumlah rivalnya, termasuk Arab Saudi, Turki dan Amerika Serikat. Presiden Rusia, Vladimir Putin bulan lalu menarik beberapa pasukan Rusia, tetapi mempertahankan sebuah pangkalan udara di Latakia, dan terus melancarkan serangan terhadap ISIS.
Baik Front al-Nusra, yang berkaitan dengan al-Qaidah, maupun ISIS tidak termasuk dalam gencatan senjata ini.
Sementara, kelompok pemberontak melaporkan dimulainya kembali serangan udara Rusia di wilayah selatan Aleppo. Pemerhati perang Suriah, The Syrian Observatory for Human Rights menyatakan total terdapat 35 kombatan yang tewas di kedua belah pihak dalam waktu 24 jam terakhir. Wilayah ini terus berkecamuk sejak 10 hari lalu.
Bassma Kodmani, anggota Komite Tinggi Negosiasi yang merupakan oposisi utama menyatakan bahwa dalam 10 hari terakhir, "terjadi kerusakan yang serius, ke titik di mana gencatan senjata akan runtuh."
Kodmani juga menyatakan kepada Journal du Dimanche bahwa misi pemantauan gencatan senjata AS-Rusia "tak berdaya."
Perang Suriah telah menewaskan lebih dari 250.000 orang, menciptakan krisis pengungsi terburuk di dunia, dan memungkinkan munculnya kelompok militan dengan teror yang mengglobal seperti ISIS.
Direktur Observatory, Rami Abdulrahman menyatakan "di Aleppo gencatan senjata akan segera runtuh."
(ama)