Jakarta, CNN Indonesia -- Ribuan warga Mesir yang marah dengan keputusan Presiden Abdel Fattah al-Sisi untuk menyerahkan dua pulau ke Arab Saudi menyerukan Sisi dan pemerintah Mesir mundur. Massa menyerukan slogan khas pemberontakan Musim Semi Arab pada 2011 lalu.
Aksi protes ini menunjukkan bahwa Sisi, yang merupakan mantan jenderal militer dan kerap memicu kritikan di tengan kondisi ekonomi Mesir, tidak lagi mendapat dukungan masyarakat luas yang membantunya menyingkirkan sejumlah lawan politiknya setelah merebut kekuasaan pada 2013 lalu.
Pada Jumat (15/4) malam, polisi antihuru-hara yang sudah mengepung lokasi demonstrasi di jantung pusat kota Kairo, membubarkan paksa massa dengan menyemprotkan gas air mata, menurut keterangan para saksi mata kepada
Reuters.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasukan keamanan Mesir menahan 119 pengunjuk rasa yang meluncurkan protes di sejumlah lokasi demonstrasi.
Pemerintah Sisi menuai kecaman dan kritikan tajam di sejumlah surat kabar Mesir dan media sosial pekan lalu ketika mengumumkan kesepakatan untuk memberikan Pulau Tiran dan Sanafir di kawasan Laut Merah yang tak berpenghuni kepada Arab Saudi.
"Rakyat ingin rezim mundur!" ujar para pengunjuk rasa yang berteriak di luar gedung sindikat pers Kairo. Massa juga mengumandangkan slogan khas pemberontakan Musim Semi Arab, yang juga dikumandangkan massa ketika mendesak mantan presiden Hosni Mubarak mundur pada 2011 lalu.
Massa berteriak, "Sisi-Mubarak" dan "Kami tidak menginginkan Anda, pergilah" serta "Kami memiliki tanah ini dan Anda adalah agen yang menjual tanah kami."
Pejabat Saudi dan Mesir sepakat bahwa kedua pulau itu dulu merupakan milik Saudi yang terletak di seberang Laut Merah. Kedua pulau itu berada di bawah kendali Mesir setelah Raja Abdulaziz al Saud pada 1950 meminta Mesir melindunginya.
Arab Saudi dan sejumlah negara Teluk Arab yang makmur lainnya menghujani Mesir dengan bantuan dan hibah berjumlah miliaran dolar, setelah Sisi menggulingkan Presiden Mohamed Mursi dari Ikhwanul Muslimin pada 2013, menyusul aksi protes massa terhadap dirinya.
Namun, anjloknya harga minyak dunia dan perbedaan pandangan antara Kairo dengan Riyadh soal isu regional, seperti Perang Yaman, memicu pertanyaan apakah hubungan Mesir dan Saudi yang erat dapat terus terbina.
Reuters melaporkan hingga saat ini tidak ada tanda-tanda bahwa pemerintahan Sisi goyah maupun terancam atas aksi protes massal ini. Namun, sejumlah media lokal melaporkan banyak kesalahan Sisi selama pemerintahannya.
Para pakar menyatakan pemerintah Mesir salah langkah dalam menangani serangkaian krisis, mulai dari penyelidikan pembunuhan mahasiswa pascasarjana Italia Giulio Regeni, 28, di Kairo, hingga bom yang meledakkan pesawat Rusia di Semenanjung Sinai pada Oktober lalu.
Sisi bersumpah akan memerangi korupsi. Namun, bulan lalu dia dikecam keras setelah memecat Hesham Geneina, pejabat auditor senior Mesir, yang memicu kontroversi dengan menyimpulkan bahwa praktik korupsi di Mesir membuat negara itu rugi miliaran dolar.
(ama)