Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah junta militer Thailand tak akan memberi izin kampanye menuju referendum soal konstitusi baru pada Agustus mendatang.
Militer merebut kekuasaan dalam kudeta pada 2014, dan mengatakan mereka harus mengakhiri protes kekerasan anti-pemerintah, mengawasi penyusunan konstitusi dan berjanji untuk mengadakan pemilihan pada pertengahan tahun depan.
Namun banyak yang menganggap militer mencoba mengabadikan pengaruh mereka dan sepertinya tidak akan menjadi solusi dari perselisihan politik selama ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan berkampanye dan jangan memengaruhi referendum. Biarkan orang bebas untuk berpikir," kata wakil perdana menteri dan menteri pertahanan Thailand, Prawit Wongsuwan, Selasa (19/4). "Jika Anda tak setuju, centang saja kotak itu."
Militer sendiri berkampanye untuk meminta warga Thailand berpartisipasi dalam referendum pada 7 Agustus, namun mengklaim ini bukanlah upaya untuk memengaruhi pilihan mereka.
Sebagai bagian dari kampanye tersebut, mahasiswa dari program pertahanan teritorial militer mengunjungi tempat-tempat umum, termasuk pasar dan pusat perbelanjaan, untuk meyakinkan orang ikut memilih.
Sejak merebut kekuasaan, militer melarang kegiatan politik tetapi itu tidak menghentikan banyak pihak berkomentar, termasuk rancangan konstitusi.
Partai dari mantan perdana menteri Yingluck Shinawatra, Puea Thai, yang pemerintahannya dilengserkan dalam kudeta 2014, mengatakan kepada pendukungnya untuk tidak menyetujui referendum.
Partai yang memiliki banyak pendukung dari pedesaan miskin di Thailand itu mengatakan konstitusi baru adalah tawaran militer untuk membatasi pengaruh partai mereka.
Bahkan rival Puea Thai, partai Demokrat yang pro-pembangunan, mengatakan draf kopnstitusi baru tidak demokratis.
(stu)