Jakarta, CNN Indonesia -- Amerika Serikat memberikan sinyal akan bekerja sama dengan Rodrigo Duterte, politisi kontroversial Filipina yang hampir dipastikan bakal menduduki kursi presiden selanjutnya.
"Washington menghargai pilihan rakyat Filipina. Kami akan senang bekerja sama dengan pemimpin yang mereka pilih," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Elizabeth Trudeau, seperti dikutip
Reuters, Selasa (10/5).
Meskipun hasil resmi belum diumumkan, penghitungan suara yang dilakukan oleh lembaga pemantau Komisi Pemilu sudah menunjukkan kemenangan besar bagi Duterte. Dua rival terberat Duterte bahkan sudah mengaku kalah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil ini dinilai cukup mencengangkan. Pasalnya, Duterte kerap melontarkan komentar kontroversial selama kampanye, termasuk rencana untuk membunuh langsung pelaku kriminal dan pernyataan miring mengenai kasus pemerkosaan seorang misionaris Australia.
Sebelumnya, Duta Besar AS di Filipina, Philip Goldberg, mengkritik komentar mengenai pemerkosaan tersebut. Menanggapi kritik itu, Duterte bahkan sempat mengancam akan memutuskan hubungan dengan AS.
Ketika ditanya ihwal kontroversi itu, Trudeau tetap menegaskan bahwa AS akan tetap bekerja sama dengan presiden Filipina terpilih.
"Kami akan bekerja dengan pemimpin yang sudah dipilih oleh Filipina," katanya.
Menurut beberapa analis Asia, pendirian AS ini merefleksikan realita kepentingan keamanan Washington di tengah semakin kuatnya pengaruh China di daerah sengketa Laut China Selatan.
Meskipun AS sudah menutup pangkalan militer di Filipina sejak 1992, kedua negara masih terikat dengan kesepakatan pertahanan pada 1951.
April lalu, Menteri Pertahanan AS, Ash Carter, mengatakan bahwa tentara dan peralatan militer dari negaranya akan dikirim dengan rotasi reguler ke Filipina. Kedua negara juga mulai melakukan patroli bersama di Laut China Selatan.
Pendekatan serupa juga dilakukan oleh AS terhadap India. Sebelumnya, Narendra Modi tak bisa mendapatkan visa AS karena masalah kerusuhan sektarian di Gujarat ketika ia menjabat sebagai Ketua Menteri. Namun saat Modi menjadi Perdana Menteri India, ia diundang ke Gedung Putih.
"Rekam jejak hak asasi manusia sempat meninggalkan jeda, tapi ia dipilih oleh rakyat Filipina. Mereka harus bekerja sama dengannya," ucap analis dari Pusat Strategi dan Studi Internasional, Murray Hiebert.
Seorang analis Asia Pasifik dari lembaga
think tank Pusat Keamanan Amerika Baru, Patrick Cronin, kemudian menjabarkan tiga alasan Filipina sangat penting bagi AS.
Pertama, lokasinya terletak di "cincin kepulauan pertama" dari kepulauan besar di Asia Timur. Kedua, statusnya sebagai satu-satunya sekutu AS dari semua negara yang bersengketa di Laut China Selatan. Ketiga, Filipina merupakan fokus kawasan dalam sengketa maritim itu.
"Laut China Selatan menjadi tes lakmus bagi Amerika dan komitmennya terhadap kawasan Asia Pasifik. Jika kami bimbang dengan kepentingan pertahanan Filipina, kami akan kehilangan kredibilitas dan komitmen kami akan dipertanyakan," kata Cronin.
(ama)