Jakarta, CNN Indonesia -- Sudah satu tahun lamanya pesawat nirawak berkali-kali terbang di langit Korea Utara untuk mengirimkan kartu data atau USB dan SD Card berisi film-film serta musik Barat dan Korea Selatan.
Kabar ini disampaikan oleh Jung Gwang-il, penggagas No Chain, kelompok aktivis pembelot Korut di balik pengiriman USB tersebut. Menurutnya, pengiriman itu sudah dilakukan sejak awal 2015 lalu.
Selain film dan musik, USB itu itu juga berisi akses internet gratis untuk mengakses Wikipedia, media yang akan membantu warga Korut mendapatkan informasi dari negara luar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengiriman drone ini sebenarnya sudah menjadi pergunjingan di antara aktivis Korut, tapi No Chain merupakan kelompok pertama yang mengaku mengirimkan USB itu secara diam-diam.
"Saya memiliki harapan besar dengan barang ini. Saya yakin ini memiliki kekuatan besar untuk membawa kebebasan di negara saya," ujar Jung sambil mengacungkan USB di hadapan peserta Oslo Freedom Forum, Rabu (25/4), seperti dikutip
CNN.
Hingga kini, No Chain dan Human Rights Foundation sudah mengirimkan lebih dari 1.000 SD Card dan USB menggunakan hexacopter drone. Namun, Jung enggan mengungkap detail mengenai drone negara mana yang digunakan atau wilayah tujuan karena masalah keamanan.
Kelompok-kelompok aktivis ini memilih media USB karena kekuatannya untuk menunjukkan kepada warga Korea Utara bagaimana kehidupan di luar negara yang sangat terisolasi dari informasi itu.
"Rezim mencoba menghentikan opera sabun, film-film Hollywood, dan hal-hal seperti K-Pop. Demi menjaga reputasi dan tirani, mereka cukup takut terhadap hal sesederhana kartun dan program televisi. Ini sangat mencengkeram kehidupan warga Korut," ujar Presiden Human Right Foundation, Thor Halvorssen.
Upaya semacam ini sebenarnya sudah sering dilakukan sejak beberapa dekade, tapi dengan teknologi yang lebih rendah.
Sempat ada program yang dibuat agar warga Korut dapat mengubah frekuensi radionya. Balon berisi pamflet, USB, dan SD Card juga sudah pernah diterbangkan dengan harapan angin dapat membawanya mencapai Korut.
Namun tak jarang, balon itu malah jatuh ke laut atau kembali ke Korsel. warna dan ukuran balon yang mencolok juga membuat upaya itu mudah terdeteksi.
Tak hilang akal, para aktivis juga pernah mencoba menyelundupkan informasi melalui telepon seluler atau benda lain di perbatasan Korut.
Jung mengatakan bahwa ia pertama kali terinspirasi untuk menggunakan teknologi drone setelah membaca bagaimana Amazon mencoba pengiriman menggunakan pesawat nirawak itu.
Ia kemudian berpikir apakah drone juga dapat membawa benda kecil seperti USB atau SD Card ke Korut.
Pria yang berhasil kabur dari Korut pada 2004 ini sudah beberapa kali mencobanya saat menjalani masa tahanan di penjara politik Yodok, Korut.
Kini, setelah beberapa kali berhasil melakukan uji coba, Jung memutuskan untuk mempublikasikan aktivitasnya guna mendorong kelompok sipil lain menggunakan teknologi baru ini.
"Dengan lebih banyak aktor, dampaknya akan lebih besar karena bertambahnya kuantitas informasi yang masuk," kata Jung.
Drone memang dapat membawa beberapa kilogram SD Card dan USB sekaligus dan membawanya ke rute tertentu. Namun, risikonya jika diketahui pemerintah Korut juga besar.
Namun, operasi berbahaya ini sebenarnya tidak hanya diinginkan oleh aktivis, tapi juga kebutuhan dan permintaan warga Korut yang haus informasi karena negaranya mengisolasi wilayah itu dari dunia luar.
"Satu USB seharga dengan gaji mereka selama satu bulan. Meskipun harganya tinggi, warga Korut tetap menginginkan informasi dari luar. Di lahan gelap itu, orang tetap lapar informasi," tutur Jung.
(den)