Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah insiden penyanderaan tiga anak buah kapal warga negara Indonesia di perairan Lahad Datu pada Sabtu lalu, kini para nelayan di Sabah mengaku takut berlayar.
"Terus terang, kami sekarang menjadi target mudah bagi para penculik yang menggunakan
speedboat dan ini sangat mengkhawatirkan kami. Namun, kami tetap harus pergi untuk mendukung keluarga kami," ujar preiden Asosiasi Nelayan Sandakan, Phua Peh Chee, seperti dikutip
AsiaOne, Selasa (12/7).
Phua pun mengaku bingung bagaimana para pria bersenjata dari Filipina itu dapat masuk dan menculik para pelaut itu di sekitar 3,6 mil laut dari Kampung Sinakut, Lahad Datu, pada saat senja menuju jam malam di daerah tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasalnya, selama ini nelayan sebenarnya tak perlu takut untuk berlayar selama jam malam karena Zona Kemanan Sabah Timur masih berlaku dari pukul 19.00 hingga 05.00 waktu setempat.
"Sekarang ini, kami rentan karena kami harus menyalakan lampu sorot yang membuat kami dapat terlihat dari jauh. Walaupun kami melihat ada pria bersenjata, kami tak berdaya karena tidak mungkin kabur dari kejaran
speedboat," tutur Phua.
Insiden yang mengkhawatirkan para nelayan itu terjadi pada Sabtu lalu, ketika kapal pukat penangkap ikan LLD113/5/F berbendera Malaysia dihentikan oleh lima orang bersenjata di perairan Lahad Datu.
Tiga WNI di dalamnya diculik setelah memperlihatkan paspor mereka dan diduga dibawa ke Tawi-Tawi, Filipina. Kepolisian Malaysia menduka pelaku penculikan adalah komplotan Apo Mike, salah satu faksi dalam kelompok militan dari Abu Sayyaf asal Filipina selatan.
Insiden ini terjadi di tengah upaya pembebasan tujuh ABK WNI yang diculik kelompok bersenjata Abu Sayyaf asal Filipina 20 Juni lalu. Sebelumnya, ada 14 WNI yang telah dibebaskan setelah diculik Abu Sayyaf.
(stu/stu)