Jakarta, CNN Indonesia -- Dua pria bersenjata yang menyandera sejumlah jemaat dan menewaskan satu pendeta di Perancis utara dikonfirmasi tewas ditembak oleh polisi. Aksi penyanderaan ini menewaskan seorang pendeta dan berhasil dihentikan dalam operasi polisi.
"Ketika kedua penyerang keluar dari gereja, saat itu lah mereka ditembak oleh pasukan elit BRI," ujar juru bicara Kementerian Dalam Negeri Perancis, Pierre-Henry Brandet kepada radio
France Info, merujuk kepada pasukan polisi khusus Perancis, Selasa (26/7).
Belum ada laporan soal identitas dua penyandera itu atau motif dari serangan mereka. Namun, kasus ini diselidiki oleh unit antiteroris Kantor Kejaksaan Paris.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sumber polisi menyatakan kepada
Reuters bahwa nampaknya pendeta tewas karena lehernya digorok oleh sang penyandera.
Perdana Menteri Manuel Valls menyebut serangan ini "tindakan barbar," dan menyatakan serangan ini merupakan pukulan bagi semua umat Katolik dan seluruh warga Perancis.
"Kami akan menghadapi ini bersama," kata Valls dalam akun Twitter-nya.
Siaran televisi media setempat menunjukkan polisi memblokir jalan di sekitar gereja. Tim medis terlihat menarik tandu dari ambulans.
Menurut
Reuters yang mengutip sumber kepolisian, sandera terdiri antara empat hingga enam orang di gereja.
Para sandera termasuk seorang pendeta, dua biarawati dan dua jemaat menurut
BFM TV.
Setelah penyanderaan dilaporkan, warga di sekitar gereja tersebut langsung dievakuasi dan polisi, termasuk tim SWAT, mengepung gereja itu.
Peristiwa ini terjadi di tengah meningkatnya ancaman dari para simpatisan ISIS di Perancis. Sebelumnya pada 14 Juli lalu seorang simpatisan ISIS menabrakkan truk ke kerumunan warga di kota Nice. Insiden ini menewaskan 85 orang dan melukai lebih dari 300 lainnya.
November tahun lalu sekelompok pria bersenjata yang mengaku berbaiat kepada ISIS menembaki warga dan meledakkan diri di Paris, menewaskan 130 orang. Pada Januari 2015, pria bersenjata menyerang kantor majalah satire Charlie Hebdo, menewaskan 12 orang.
Perancis menjadi incaran kelompok militan setelah ikut bergabung dalam koalisi tempur udara pimpinan Amerika Serikat di Suriah dan Irak.
Perdana Menteri Perancis Manuel Valls memperingatkan warganya terhadap kemungkinan serangan teror yang bisa kembali terjadi di negara itu. Valls meminta warga agar belajar terbiasa hidup dengan ancaman.
(ama/den)