Aksi Anti-Trump Berlanjut, Massa Tolak Kebijakan Imigrasi

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Selasa, 15 Nov 2016 07:21 WIB
Jumlah demonstran semakin bertambah di sejumlah kota, menyerukan penolakan terhadap kebijakan imigrasi, hak LGBT dan kesehatan yang diusung Trump.
Jumlah demonstran semakin bertambah di sejumlah kota, menyerukan penolakan terhadap kebijakan imigrasi, hak LGBT dan kesehatan yang diusung Trump. (Reuters/Jason Redmond)
Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi protes untuk menolak terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat masih terus berlangsung di beberapa kota, seperti Los Angeles, Washington, D.C. dan San Fransisco. Memasuki hari kelima, jumlah demonstran semakin bertambah dan mereka menyerukan penolakan terhadap kebijakan imigrasi yang diusung konglomerat asal New York itu.

Trump pada Minggu (13/11) memaparkan rencananya untuk mendeportasi sekitar tiga juta imigran ilegal yang memiliki catatan kriminal atau diduga terlibat perdagangan narkoba. Rencana itu akan menjadi salah satu program prioritas Trump ketika menjabat di Gedung Putih pada Januari 2017 mendatang.

"Tujuan utama (demonstrasi) adalah untuk memberitahu Donald Trump bahwa dirinya tidak bisa begitu saja mendeportasi 11 juta imigran tanpa dokumen keluar dari AS. Mereka disini untuk menetap dan kami akan mendukung sebagai solidaritas bagi mereka," ucap salah satu demonstran di Manhattan yang mengaku sebagai pengacara keimigrasian, Noelle Yasso, seperti dikutip CNN, Senin (14/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yasso mengungkapkan para imigran di AS merasa khawatir seiring dengan terpilihnya Trump sebagai presiden. Mereka menghadapi ketidakpastian soal apakah mereka masih bisa menetap di Negeri Paman Sam itu atau akan dideportasi.

"Para imigran kebingungan dan merasa takut terkait apa yang akan terjadi pada mereka. Mereka menanyakan, 'Apa kami akan dideportasi besok?'," tutur Yasso.

Pada Sabtu (12/11), sekitar 8.000 warga juga turun ke jalanan di Los Angeles menggelar aksi protes anti-Trump. Menurut kepolisian setempat, aksi tersebut berjalan damai, tidak ricuh seperti pada unjuk rasa pada Jumat (11/11) malam, yang menyebabkan setidaknya 187 orang dan delapan remaja ditahan.

Namun di beberapa kota lain, aksi protes diwarnai dengan kericuhan. Unjuk rasa Di Portland, Oregon pada Sabtu diwarnai aksi kekerasan dan penembakan yang menyebabkan setidaknya 71 orang ditahan.

Di hari yang sama, sekitar 2.000 warga New York turun ke jalan dan berunjuk rasa di depan Trump Tower. Para demonstran menggemakan slogan "Trump bukan Presiden kami" ke arah menara mewah itu.

Sebagian besar warga AS mengaku khawatir sentimen diskriminasi dan rasisme berpotensi meningkat menyusul kemenangan Trump dalam pemilu 8 November lalu. Kekhawatiran ini menguat setelah beberapa kasus dengan sentimen Islamofobia dan xenofobia bermunculan di sejumlah kota di AS usai pemilu.

Selama masa kampanyenya, Trump kerap mengeluarkan komentar dan retorika kontroversial terkait kaum minoritas di AS. Taipan real estate itu menyebut para pendatang, khususnya imigran asal Meksiko, sebagai pemerkosa dan gembong narkoba. Trump juga sempat menyerukan pelarangan memasuki AS bagi seluruh umat Muslim dunia, dengan dalih menjaga AS dari penyusupan teroris.

Selain soal imigrasi, sebagian besar massa unjuk rasa anti-Trump mengaku tidak setuju dengan sejumlah kebijakan yang diusung tokoh dari Partai Republik itu, seperti kebijakan kesehatan, lingkungan, hak-hak LGBT dan berbagai isu lainnya. (ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER