Jakarta, CNN Indonesia -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan ia akan berdiskusi soal kesepakatan nuklir "yang buruk" antara Iran dengan sejumlah negara kuat di dunia dengan presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, ketika konglomerat asal New York itu resmi dilantik pada 20 Januari 2017 mendatang.
Selama kampanye pilpres AS, Trump merupakan tokoh yang vokal menyuarakan penentangan terhadap kesepakatan nuklir Iran selama masa kampanye. Taipan real-estate itu menyebut perjanjian antara Iran dengan lima anggota tetap DK PBB dan Jerman itu bagaikan "bencana" dan "kesepakatan terburuk yang pernah dinegosiasikan".
Namun, Trump juga menyadari bahwa akan sulit membatalkan kesepakatan yang termuat dalam resolusi DK PBB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Israel berkomitmen untuk mencegah Iran menciptakan senjata nuklir. [Komitmen] itu tidak berubah dan tidak akan berubah. Terkait Presiden terpilih Trump, saya berharap bisa berbicara kepadanya soal apa yang harus dilakukan tentang kesepakatan yang buruk ini," kata Netanyahu melalui siaran satelit dari Yerusalem yang disiarkan di Saban Forum, konferensi yang membahas soal kondisi di Timur Tengah, digelar di Washington, AS, Minggu (4/12).
Netanyahu merupakan salah satu pengkritik kesepakatan nuklir Iran yang vokal menyuarakan pendapatnya. Namun, belakangan ia terlihat menahan diri dan jarang menyinggung kesepakatan yang dicapai pada masa pemerintahan presiden petahana AS, Barack Obama, lantaran pelobi Israel dan AS tengah menyelesaikan bantuan militer untuk Tel Aviv sebesar US$38 miliar untuk 10 tahun.
Sebelum perjanjian nuklir Iran disepakati, hubungan AS dengan Israel merenggang, bermula dari pidato Netanyahu di hadapan Kongres AS yang mengecam rencana kesepakatan itu pada 2015 lalu.
Pemerintahan Obama menilai kesepakatan itu merupakan cara terbaik untuk menghentikan upaya Teheran merakit senjata nuklir. Obama juga sepakat mencabut sebagian sanksi terhadap Iran. Teheran sendiri selalu menyangkal soal tudingan pengembangan senjata nuklir.
Berdasarkan kesepakatan itu, Iran berkomitmen untuk mengurangi jumlah sentrifugal sebesar dua pertiga dari sebelumnya, sehingga batas maksimum pengayaan uranium yang dapat dikembangkan Republik Islam itu berada jauh dari jumlah yang diperlukan untuk menciptakan senjata nuklir selama 15 tahun. Iran juga mempersilakan lembaga inspeksi internasional untuk memverifikasi kepatuhannya terhadap kesepakatan itu.
"Masalahnya terletak bukan pada kemungkinan melanggar kesepakatan itu, tetapi bahwa Iran akan tetap menepatinya selama satu dekade, atau bahkan kurang.. dan mengembangkan uranium skala industri untuk membuat inti dari senjata nuklir," ujar Netanyahu dalam forum tersebut, dikutip dari
Reuters.
Menteri Luar Negeri AS John Kerry membela kesepakatan nuklir Iran dengan alasan kesepakatan itu dapat mendeteksi jika Iran melakukan pelanggaran.
(ama)