Korut Sebut Perjanjian Damai Solusi Tunggal Konflik Dua Korea

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Senin, 19 Des 2016 19:46 WIB
Duta Besar Luar Biasa Korea Utara untuk Indonesia menilai satu-satunya cara menuntaskan krisis di Semenanjung Korea adalah melalui mekanisme perjanjian damai.
Ilustrasi tentara Korea Utara (Reuters/Kim Hong-J)i
Jakarta, CNN Indonesia -- Duta Besar Luar Biasa Korea Utara untuk Indonesia An Kwan Il mengatakan satu-satunya cara menuntaskan krisis di Semenanjung Korea adalah melalui mekanisme perjanjian damai.

An mengatakan, penyelesaian konflik antara Korut dan Korea Selatan selama ini hanya didasari dengan perjanjian gencatan senjata melalui Korean Armistice Agreement yang disepakati tahun 1953. Menurutnya, kesepakatan itu tidak cukup untuk menyelesaikan agresi militer dan ketegangan secara keseluruhan antar Korut dan Korsel.

"Perjanjian gencatan senjata hanya menghentikan perang sementara bukan berhenti secara total. Akibatnya selama 60 tahun ini ketegangan militer antar kedua negara masih berlanjut dan membuat keamanan di Semenanjung [Korea] tidak stabil," papar An ketika ditemui dalam seminar di FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Senin (19/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk itu kesepakatan damai lah yang paling dibutuhkan kedua negara untuk memastikan perdamaian di Semenanjung Korea berlangsung konsisten," tutur An.

Menurutnya, penggantian perjanjian gencatan senjata dengan perjanjian perdamaian bisa menjadi jalan keluar dari konflik dua negara Korea yang berkepanjangan ini. Selain itu, An menilai perjanjian damai juga dapat menyelesaikan isu nuklir di kawasan, asalkan kesepatakan itu memberikan jaminan dan kepastian hukum dalam penyelesaian konflik.

Di samping itu, An menuturkan, perjanjian damai juga bisa digunakan sebagai mekanisme normalisasi hubungan antar Amerika Serikat dan Korut yang selama ini bersitegang, terutama soal isu nuklir.

"Perjanjian damai memberi suatu jaminan hukum dalam resolusi konflik. Perjanjian ini juga bisa dijadikan mekanisme menegakan rasa kepercayaan antar AS dan Korut," kata An.

An berujar, pada masa lampau Washington dan Pyongyang pernah mengadakan konsultasi dan membentuk sejumlah kesepakatan guna membangun normalisasi hubungan dan kepercayaan antar kedua negara.

Namun upaya dialog itu tidak berjalan sesuai harapan lantaran tidak ada mekanisme hukum yang dapat menjamin bahwa kedua negara akan menaati kesepakatan.

"Upaya normalisasi hubungan Korsel dan Korut maupun Korut dan AS hingga saat ini tidak berjalan sesuai harapan karena tidak ada mekanisme hukum yang menjamin seluruh pihak terkait mau menaati kesepakatan apalagi AS selama ini bersikeras menjalankan kebijakan bermusuhan terhadap Korut," ujarnya.

Korea Utara dan Korea Selatan secara teknis masih berperang karena Perang Korea yang terjadi pada periode 1950 hingga 1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.

Korut secara rutin menuduh AS dan Korea Selatan tengah mempersiapkan perang, salah satunya dengan mengadakan latihan militer gabungan tahunan skala besar. AS juga menempatkan sistem pertahanan antirudal mutakhir, Terminal High Altitude Area Defence (THAAD), di Korsel untuk mengantisipasi ancaman serangan nuklir dan rudal dari Korut.

Di sisi lain, Korut sudah meluncurkan dua uji coba nuklir sepanjang tahun ini disertai dengan sejumlah peluncuran rudal. Korut juga tengah mengembangkan hulu ledak nuklir yang dapat diluncurkan hingga ke daratan AS.

Atas serangkaian provokasi Korut tersebut, Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi yang terberat untuk Korut pada awal bulan ini, yakni dengan pembatasan ekspor batu bara tahunan Korut, salah satu sumber pendapatan eksternal negara yang terisolasi itu. (ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER